“Kami punya kewenangan sendiri, apalagi Maluku sebagai daerah pemegang saham pengendali maka tanggungjawab kita lebih utama dan besar dari teman-teman di DPRD Maluku Utara,” kata Ketua DPRD Maluku, Edwin Adrian Huwae di Ambon, Senin (13/7).
Dijelaskan Huwae, jika DPRD Maluku Utara mau turut serta dalam kerja pansus, maka DPRD Maluku tetap bersifat terbuka.
PT. BM merupakan BUMD milik Pemprov Maluku dan Maluku Utara sebelum daerah itu dimekarkan menjadi provinsi yang baru tahun 1999 lalu.
Pembentukan pansus PT. BM bertujuan untuk menelusuri kasus dugaan penggelembungan anggaran dalam pembelian sebuah bangunan di Surabaya (Jatim) senilai Rp54 miliar.
Bangunan tersebut rencananya akan dijadikan sebagai kantor PT. BM Cabang Surabaya, namun ada indikasi proses pembeliannya menyalahi aturan serta tidak melalui rapat umum pemegang saham.
Belum lagi BUMD tersebut terlilit persoalan repo bank yang nilai kerugiannya lebih besar, sehingga DPRD Maluku mengambil langkah pembentukan pansus.
“Sekarang bulan Ramadan jadi teman-teman di legislatif sedang menjalani ibadah dengan khusyuk sehingga tidak bisa mendorong mereka kerja banyak,” ujar Edwin.
Apalagi selain dibentuk pansus PT. BM, DPRD Maluku juga telah membentuk pansus LHP berkaitan hasil pemeriksaan BPKP RI Perwakilan Maluku serta pansus Peraturan Daerah. (ant/MP)