Bon Setitit, Pahlawan Dari Kei Yang Dilupakan. (Bagian IV/Habis)

Alm. Bpk Bon Setitit 4
Drs. Bonaventura Setitit. (foto: dokpri Stephanus G. Setitit).

Perjalanan Pendidikan, Pekerjaan, dan Kegiatan Drs. Bon Setitit

Langgur, MalukuPost.com – Bon Setitit berada pada era pembaruan sistem desentralisasi oleh Pemerintah Hindia Belanda dan pecahnya Perang Dunia II. Tahun 1942, Pemerintah Jepang masuk dan menduduki Kepulauan Kei, Aru, dan Tanimbar pada tanggal 30–31 Juli 1942.

Pada usia sekitar 17 tahun, tepatnya tahun 1939, dia bersekolah kepamongprajaan di Bestuursopleiding te Makassar atau sekolah pendidikan bagi calon pegawai bumiputra pada zamanHindia Belanda dan menyelesaikan studinya tanggal 31 Mei 1941. Dia berijazah Bestuursopleiding te Makassar Tahun 1941.

Sebagai kelanjutan lulusan pendidikan tersebut, pada tanggal 1 Juni 1941, dia ditempatkan oleh pemerintah Hindia Belanda ke Merauke, meliputi wilayah Agatsj, Kimaam, Pulau Frederik Hendrik di Papua sebagai Pegawai Negeri Sipil di Layanan Administratif Adat di Daerah Terluar (Ambtenaar bijden Inheemschen Bestuursdienst in de Buitengewesten) dengan Jabatan sebagai Tijdleijk waarnemend ambtenaar bij den Inheemschen Bestuursdienst-Calon Pegawai Negeri Bagian Layanan Administrasi. Pada saat itu Ayah mendapatkan upah sebesar 60 gulden (ƒ).

Pada tanggal 20 April 1944, berdasarkan S.K. Pegawai Tetap kenaikan jabatan Ambtenaar bij den Inheemschen Bestuursdienst in de Buitengewesten menjadi Pegawai Negeri Sipil pada Layanan Administrasi Adat di Daerah Terluar disertai kenaikan pendapatan menjadi 70 gulden (ƒ). S.K. tersebut ditandatangani oleh C.S.O Schijf.

Bon Setitit kemudian mendapatkan kenaikan jabatan. Dan posisi tersebut diemban hingga 30 September 1944. Surat tersebut berkop “Komisi Hindia Belanda untuk Australia dan Selandia Baru di Melbourne, de Nederlandsch Indische Commissie voor Australie en Niuew Zeeland te Melbourne” dengan tembusan kepada Assiten-Resident di Merauke.

Pada tahun 1944, ia juga mendapatkan tugas untuk belajar kembali, guna memperdalam ilmu kepamongprajaannya; dikirim dan berangkat ke Brisbane, Australia. Mungkin dia memperoleh berkat jasa dan pengabdiannya karena bersedia ditempatkan di daerah terpencil di Agats-Merauke Papua. Atau, bisa jadi karena pengabdiannya dan mungkin juga karena kekurangan personel.

Kemudian pada tahun 1945, Bon Setitit menyelesaikan studinya dan mendapatkan ijazah dalam masa pendidikan selama 1 tahun, yaitu Opleiding tot Ambtenaar bij het. Binnenlands Bestuur in Nederl. Indie di Brisbane, Australia yang isinya sebagai berikut : “Telah berhasil menyelesaikan pelajaran untuk pelatihan menjadi pegawai negeri sipil di Pemerintah Dalam Negeri di Hindia Belanda, Brisbane (Australia)”.

Colombia dibentuk oleh Belanda dan Amerika, dibentuk di Australia pada 3 April 1944, dan awalnya bertugas menghubungkan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di pengasingan dengan Komando Tertinggi Sekutu di Wilayah Pasifik Barat Daya (SWPA/South West Pacific Area).

Pada awal 1944, Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, H.J. Van Mook dan Panglima Tertinggi SWPA, Jenderal Douglas MacArthur dari AS, menyepakati bahwa wilayah Hindia Belanda yang berhasil direbut oleh pasukan Sekutu akan diserahkan kepada pemerintahan sipil NICA, dan ternyata di dalamnya ada juga pelatihan kepamongprajaan.

Bon Setitit ditempatkan di Kupang Soe Timor dari tahun 1945 hingga 1946, dan menjabat sebagai pamong praja (controleur) mulai dari tanggal 1 Agustus 1945 hingga 31 Maret 1946, dengan jabatan sebagai Adspirant controleur bij het Binnenlandsch Bestuur (Inspektur Junior).

Pada tanggal 16 Agustus 1946, Bon Setitit mendapat kenaikan golongan dari: td.wd.7 Adspirant-Controleur bij het Binnenlandsch Bestuur (Inspektur Junior) menjadi td.wd.Controleur bij het Binnenlandsch Bestuur (Inspektur). Gaji yang diterima adalah sebesar 275 gulden (ƒ).

Bon Setitit dipindahkan ke Saumlaki-Tanimbar pada tahun 1946, berdasarkan Surat Keputusan Penempatan dari Pemerintah, Resident Van Ambonia tanggal 19 November 1946 yang ditandatangani oleh De Residentie-Secretaris, A. van Costen, yang menetapkan bahwa: sesuai dengan pasal 11 Keputusan Pemerintah tanggal 20 Agustus 1946 No. 7, dan menimbang keputusan anggota Dewan Maluku Selatan.

  1. Jabatan: wd. Controleur B.B. (Inspektur.)
  2. Wilayah: Onderafdeling Kei-eilanden (Subbagian Kepulauan Kei).
  3. Domisili: di Saumlaki.

Terhitung mulai tanggal 31 Maret 1946 dan jabatan tersebut diemban sampai dengan 31 Oktober 1947.

Selanjutnya, pada tanggal 24 Februari 1947, Bon Setitit menerima surat No. P.Z. 10/1/49 dari Departement van Binnenlandsch Bestuur41 yang ditandatangani oleh De Resident H van der Wal.

Perihal surat tersebut adalah Pemberitahuan tawaran kesempatan melanjutkan Studi Indologi bagi alumni/tamatan Sekolah Administratif di Brisbane, Australia untuk melanjutkan studi di Universiteit van Indonesie Batavia.

Program studi itu untuk meratifikasi pelajaran yang diterima sebelumnya dengan lama pendidikan 1 tahun (lama proses ratifikasi biasanya 3 tahun), mengingat latar belakang pelajaran yang sudah diperoleh sebelumnya,juga situasi serta kondisi.

Tanggal 27 Maret 1947, Bon Setitit menulis surat kepada Residen Maluku Selatan Hindia Belanda di Ambon, mengacu pada surat edaran tanggal 24 Februari 1947 yang menyatakan bahwa kesempatan untuk melanjutkan Studi Indologi, bagi siswa eks Brisbane. Dia menyatakan bahwa, tertarik untuk mendapatkan kesempatan melanjutkan pelajaran.

Kemudian pada tanggal 26 Juli 1947, Bon Setitit menyampaikan Mosi atas nama Rakyat Kei, pada rapat umum yang dihadiri sekitar 60 utusan, yang mewakili seluruh daerah, pada pukul 15.00 waktu setempat.

Bon Setitit mewakili Maluku Ter Selatan yang terdiri dari Kepulauan Kei, Aru, Tanimbar, Selatan Daya (Kisar). Isi mosi tersebut adalah sebagai berikut :

Mosi: Tentang Kepulauan Kei, Aru, Tanimbar, dan Selatan Daya, menjadi daerah tersendiri bernama Maluku Ter Selatan dalam N.I.T.

Mendengar:

  1. bahwa kepulauan Kei, Aru, Tanimbar dan Selatan Daya termasuk dalam Maluku, tetapi letaknya terselatan adanya;
  2. bahwa sesungguhnya menurut tradisi, maka kami kaum Kei separuh dari Selatan Daya Luang, Tanimbar, Aru dan Bali;
  3. bahwa ada kesamaan banyak kata-kata bahasa dari pada penduduk Maluku Ter Selatan;
  4. bahwa dengan tidak setahu kami Maluku Ter Selatan, tetaplah juga kami dalam daerah Ambon berbeda dengan Afdeeling A.R. yang lain telah menjadi daerah tersendiri menurut Tata Negara Sekarang.

Melihat:

  1. bahwa kepulauan Kei, Aru, Tanimbar, dan Selatan Daya berdekatan dengan, dan bersamaan iklim lagi hasil lautan dan daratannya bersamaan dan berbeda dengan, Ambon;
  2. bahwa posisi penduduk Maluku Ter Selatan berbeda dengan Ambon oleh pendidikan yang renggang di sana;
  3. bahwa kesenian Kepulauan Kei berasal dan dari Bali adanya, begitu pun peradabannya;
  4. bahwa di mana juga perkumpulan antara putra dan putri dari Ambon dan Maluku Ter Selatan, maka menyesal karena selalu tampak ada perceraian golongan kebangsaan suku antara keduanya.

Menilik:

  1. bahwa Ambon telah jauh maju daripada Maluku Ter Selatan yang diajak mengejar kepada kesamaan yang tak pernah jadi, kalau bersatu terus dalam satu daerah bagai sekarang;
  2. bahwa adat istiadat dari penduduk Kepulauan Maluku Ter Selatan bersamaan, tetapi berbeda dengan Ambon;
  3. bahwa telah cukup kami mengetahui kemunduran kami selama bersatu dengan Ambon yang berperantara Laut Banda yang luas itu;
  4. bahwa amat menyesal karena dalam pergaulan hidup di masa belum nampak dengan leluasa antara kedua suku bangsa itu.

Memperhatikan:

  1. bahwa amatlah menyesal karena belum ada perubahan hidup dari terbanyak pemimpin kaum dan bangsa Ambon antara penduduk Maluku Ter Selatan, secara menghargai manusia dalam hak dan Tuan Rumahnya;
  2. bahwa bersesal pula karena belum nampak dari kursikursi kemuliaan kekuasaan untuk seluruh Keresidenan Ambon yang diduduki bangsa Ambon, kejujuran bagi Maluku Ter Selatan secara suatu lingkungan persatuan suku-suku bangsa;
  3. bahwa tidak ada pengharapan untuk persatuan yang senyawa antara Maluku Ter Selatan dan Ambon, oleh adalah perbedaan besar dalam segala keadaannya;
  4. bahwa dalam kemerdekaan kekuasaan demokrasi kini, maka Maluku Ter Selatan nanti terkejut terima saja, mau atau tidak mau apa yang dibagi di Ambon;
  5. bahwa hasrat dan hajat bahkan semangat serta faktor-faktor perjuangan berkobar-kobar mendorongkan putra dan putri Maluku Ter Selatan dari dalam dan luar daerah ini untuk menciptakan kemajuan kebangsaannya dalam urusan secara hak satu rumah tangga tersendiri dalam lingkungan N.I.T.

Memutuskan:

  1. bahwa memohonkan Pemerintah Belanda dan N.I.T bahkan seluruh Indonesia dan dunia internasional untuk penyebutan (Kepulauan Kei, Aru, Tanimbar, dan Selatan Daya) bernama Maluku Ter Selatan;
  2. bahwa memohonkan kepada Pemerintah Belanda dan N.I.T. berikan apalah kiranya Maluku Ter Selatan menjadi daerah tersendiri dalam lingkungan N.I.T., kalau adalah kehendak demokratis untuk kemajuan daerah ini;
  3. bahwa memohonkan keinginan ini atas dasar hasrat putra-putri Maluku Ter Selatan yang sudah menderita dengan perasaan tubuh, jiwa, dan roh dengan perasaan tubuh jiwa dan roh kami memandang keluasan Linggarjati, Muktamar Denpasar, dan Pidato P.J.M. Menister Dalam Negeri tertanggal 28 April 1947, kiranya Pemerintah Agung Belanda dan N.I.T. serta Parlemen di Makassar memadahkan apalah keinginan Rakyat ini oleh jawaban yang menyenangkan.

Mosi ini dibacakan pada Rapat Umum hari ini tertanggal 26 Juli 1947 sambil kami serahkan kepada anjuran dan perjuangan secara Rakyat Kei, yakni Tuan-Tuan:  A. Koedoeboen, V. Rahael, Renuat A., B. Setitit; ke hadapan yang berwajib.

Salinan Mosi ini dipersembahkan ke hadapan: P.J.M. H.P.B. Maluku Ter Selatan, P.J.M. Asisten Resident Zuid Eillanden, P.J.M. Resident Maluku Selatan, P.J.M. President N.I.T., P.J.M. Minister Dalam Negara N.I.T., P.J.M. Perdana Menteri N.I.T., P.J.M. Ketua Zuid Maluku Raad, P.J.M. Ketua Parlemen N.I.T., P.J.M. Ketua Komisi Djenderal, P.J.M. Ketua Gubernur Djenderal, Tuan-tuan Radja Patih Maluku Ter Selatan, Tuan-tuan Ketua Partij Maluku Ter Selatan di seluruh Indonesia, dan Disiarkan dalam Surat-surat chabar.

Tanggal 8 Oktober 1947, Hindia Belanda mengirimkan surat yang isinya bahwa Surat Permohonan tanggal 27 Maret 1947, dikabulkan untuk melanjutkan studi di Universiteit van Indonesie di Batavia yang tertuang dalam surat sebagai berikut:

EKSTRAK (lampiran): dari daftar resolusi pejabat Kementerian Dalam Negeri tanggal 15 November 1947 no. 1332.

Kementrian Dalam Negeri Hndia Belanda:

Mengingat Surat Keputusan 8 Oktober 1947 No. 1188 serta sampul Pemerintah tanggal 20 Oktober 1947 No. 20152/ AB.7:

Memutuskan:

Setitit td.wnd. Controleur pada Kementerian Dalam Negeri, selaku Kementerian Dalam Negeri, untuk menyelesaikan studinya pada tingkat doktoral pada Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Indonesia di Batavia dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. bahwa perintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 September 1947;
  2. bahwa selama masa studi/pendidikan tidak mempunyai utang dari pembayaran penghasilan lain dan manfaat lain untuk posisinya yang dilarang di bawah posisinya saat ini;
  3. bahwa pada setiap awal tahun akademik, dia harus mendaftar di Universitas Indonesia ke Batavia atas biaya van den Lende dan bahwa bukti pendaftaran tersebut tersedia untuk Departemen Dalam Negeri untuk diperiksa;
  4. bahwa, selama menjalani studi di perguruan tinggi, tidak mempunyai utang;
  5. bahwa, selama masa studinya, berada di bawah pengawasan Departemen Dalam Negeri;
  6. bahwa dia wajib mengikuti ujian yang dilarang untuk belajar dalam batas waktu yang ditentukan;
  7. bahwa dia berkewajiban:
  8. untuk segera melapor kepada Departemen Administrasi Dalam Negeri tentang hasil ujian yang telah dia ikuti dalam ujian sementara dan juga menyatakan tanggal ujian itu diambil dan bahwa dia tidak dapat mengambil studi selain yang ditugaskan kepadanya dengan izin dari Departemen tersebut;
  9. untuk memberikan semua informasi tentang studinya dan perilaku yang diminta oleh Departemen Administrasi Dalam Negeri darinya, secara langsung atau tidak langsung, dalam mediasi atau tertulis, dan untuk menentukan keinginan yang relevan dari departemen tersebut;
  10. untuk melapor kepada Departemen Administrasi Internal, apabila ada perubahan alamat sesegera mungkin;
  11. bahwa dia tidak boleh bepergian ke luar Hindia Belanda dengan izin yang dikeluarkan oleh Departemen;
  12. bahwa mandat ini dapat dicabut jika:
  • Kelanjutannya dalam studi tidak seimbang;
  • Dia gagal dalam cara apa pun untuk memenuhi kewajibannya yang timbul dari penugasan tersebut;
  • Bahwa pengakuan bersalah akan dikeluarkan untuknya sesuai dengan model terlampir.

Ringkasan dari keputusan ini akan diberikan kepada pihak yang berkepentingan untuk informasi dan tujuan tindak lanjut.

Kepala Kantor. K.W. Naumann

LAMPIRAN:

Akta Pengakuan

Tertanda, B Setitit,

Berjanji untuk segera membayar kembali jumlah total uang, yang akan diterimanya selama dia menyelesaikan studi tambahan yang diperlukan di Universitas Indonesia di Batavia.

Akan dihukum dan keuntungan uang lainnya dari Landswege, meningkat 15 per seratus (15%), jika dia muncul karena alasan lain atau jiwa atau cacat fisik yang terbukti di luar organisasinya sendiri, atas kebijaksanaan Kepala Departemen

Administrasi Dalam, selama studinya atau selama masa pemberhentian, atau ketika dia sudah menjadi permanen diberhentikan dari Dinas Nasional. Semuanya berdasarkan Lembaran Negara Tahun 1925 Nomor 210, 1926 Nomor

32, 1932 Nomor 18 dan Nomor 140 Tahun 1938, juncto Lembaran Negara Tahun 1922 Nomor 26 (pasal 5, 6, dan 7) dan 1922 No. 28. Termasuk ketentuan mengenai pembayaran kembali uang, dan lain-lain dinikmati oleh orang-orang yang dilatih di Hindia Belanda untuk Dinas Nasional. Batavia, 21 November 194715.

Calon dari Amboina sebanyak 3 (tiga) orang terdiri dari: B. Setitit, J.G. Manuputty, N. Zegers de Beyl. Total keseluruhan 19 orang dari seluruh Indonesia mewakili daerah-daerah: Batavia, Bandung, Bangka-Belitung, Riau, Kalimantan Timur (Oest-Borneo),

Sulawesi Selatan (Zuid Celebes), Manado, Amboina, Ternate, dan Papua Nugini (Nieuw-Guines). Hanya sedikit yang asli pribumi, yang akan mengikuti pendidikan di Universitas Indonesia, di Batavia. Mereka berangkat ke Batavia per tanggal 1 September 1947, di Fakultas Ilmu Sosial UI yang beralamat di Jalan Orange boulevard No. 72 Batavia saat itu, yang kini menjadi Jalan Diponegoro, Jakarta.

Pada tanggal 18 Oktober 1948, Bon Setitit lulus dalam ujian kandidat menurut Staatsblad 1947 No. 170 (Lembar Negara) pada Faculteit der Rechtageleerdheid en Sociale wetenschap (Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial) Universiteit van Indonesie yang isinya sebagai berikut : Dekan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Indonesia, menyatakan bahwa dia di sini: Berdasarkan pendidikan sebelumnya di Australia dan ditugaskan untuk melanjutkan belajar pada Fakultas Ilmu Sosial, yang tanggal 18 September 1948, telah dilaksanakan dengan ujian-ujian yang baru saja diberikan, yang diizinkan sesuai dengan persyaratan ujian masuk sesuai dengan peraturan universitas Pasal 47 (Lembar Negara tahun 1947 No. 170). Dinyatakan bahwa kandidat telah berhasil lulus.

Ijazah tersebut ditandatangani oleh Dekan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Prof. Mr.W.F.C. van Hattum.

Tanggal 7 Januari 1949, Ayah mendapat Getuigsschrift (Sertifikat) yang dikeluarkan dari Minister van Onderwijs Kunsten en Wetenschappen Netherland (Kementerian Departemen Pendidikan, Seni, dan Budaya Kerajaan Belanda), yang ditandatangani oleh Dr. Franz Josef Theo Rutten sebagai Menteri Pendidikan, Seni, dan Budaya Kerajaan Belanda (1948–1952).

Bon Setitit juga mendapatkan hasil ratifikasi dari Hoogere Burgerschool, afdeling A (HBS-A). Berdasarkan hasil tersebut, ia dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat doktoral.

Ia menamatkan pendidikan berijazah Doktoral Indologie-Ekonomi dari Universitas Leiden Belanda dengan gelar Master’s degree in Indonesian Sciences, Fakulteit Verenigde Jurusan Indologie-Ekonomi tahun 1952. Ijazahnya ditandatangani oleh Prof. Dr. J.H. Logemann dan Prof. Dr. J.H. Booke sebagai dekan tanggal 8 April 1952.

 

Pos terkait