Bon Setitit, Pahlawan Dari Kei Yang Dilupakan. (Bagian III)

Alm. Bpk Bon Setitit 3
Drs. Bonaventura Setitit. (foto: dokpri Stephanus G. Setitit).

Keadaan Pemerintahan dan Kenegaraan

 Langgur, MalukuPost.com – Pada zaman pendudukan Jepang, daerah Maluku merupakan salah satu dari keempat wilayah pemerintahan di Indonesia bagian Timur dengan pusatnya di Kota Makassar.

Keempat wilayah itu adalah Kalimantan dengan ibu kota Banjarmasin, Sulawesi dengan ibu kota Makassar, Nusa Tenggara dengan ibu kota Denpasar di Bali, dan Maluku dengan ibu kota Ambon.

Tiap wilayah ini dikuasai seorang Gubernur Militer. Daerah Indonesia Timur berada langsung di bawah Komando Angkatan Laut Jepang (Kaigun). Selama pendudukan Jepang, tidak terdapat perubahan-perubahan penting di dalam tata pemerintahan.

Pemerintahan lebih bersifat militer atau disesuaikan dengan kepentingan militer.

Pada waktu itu terdapat juga aparat-aparat pemerintahan sipil, yaitu Minseibu Chokan, semacam kepala daerah yang berkedudukan di Ambon, Tual, dan Ternate.

Namun demikian, kekuasaan pemerintahan sipil ini dalam banyak hal dibatasi atau tunduk kepada kekuasaan militer sehingga wewenang pemerintahan sipil hampir tidak ada sama sekali.

Keadaan tersebut berlangsung hingga Jepang menyerah pada Sekutu tahun 1945. Pendudukan Jepang pada masyarakat kolonial selama tiga setengah tahun itu mengubah seluruh struktur Belanda. Dalam waktu yang singkat, semua orang kulit putih dihilangkan dari pandangan masyarakat.

 

Setelah Jepang Menyerah

Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan berdirinya Negara Republik Indonesia, maka secara de jure Daerah Maluku sudah termasuk wilayah Negara Republik Indonesia.

Secara de facto Daerah Maluku pada permulaannya belum dapat diduduki oleh Pemerintah Rl beserta aparatnya, lantaran setelah Jepang menyerah, pemerintah Belanda atau NICA sudah menduduki Daerah Maluku dengan membonceng tentara Sekutu.

Untuk sementara dibentuk pemerintahan Provinsi Maluku yang berkedudukan di ibu kota negara, yaitu Jakarta kemudian di Yogyakarta, dan Mr. J. Latuharhary, seorang tokoh pergerakan nasional dan seorang nasionalis Indonesia asal Maluku, diangkat menjadi Gubernur Maluku.

Di daerah Maluku, pemerintahan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) masuk bersamaan dengan tibanya tentara Sekutu setelah Jepang menyerah.

Kemudian, mereka menjalankan kekuasaan pemerintahan masing-masing dengan seorang Chief CONICA yang juga menjabat Residen untuk Maluku Utara dan Maluku Selatan.

Di Maluku Selatan, Chief CONICA tersebut merangkap pula sebagai Ketua Dewan Maluku Selatan. Dewan Maluku Utara diketuai bukan oleh Residen, tetapi seorang Asisten Residen. Setelah Negara Indonesia Timur (NlT) terbentuk, Daerah Maluku menjadi bagian pula dari negara menurut konsep Belanda ini.

Pembagian Maluku Utara dan Maluku Selatan serta pembentukan Dewan Perwakilan merupakan realisasi dari Undang-Undang Negara Indonesia Timur No. 44 Tahun 1950 tentang Pembinaan Otonomi Daerah.

Wilayah Maluku Selatan meliputi Maluku Tengah dan Maluku Ter Selatan (sekarang Tenggara).

Sesudah pengakuan kedaulatan dan pembentukkan negara Republik Indonesia Serikat (RIS) serta peleburannya pada tanggal 17 Agustus 1950 menjadi Negara Kesatuan RI, dikeluarkan berbagai undang-undang dan peraturan yang mengatur status otonomi Daerah Maluku.

(bersambung…)

Pos terkait