Ini Pendapat Para Tokoh Tentang Buku Biografi Bonaventura Setitit

para tokoh scaled
Penulis bersama Surya Paloh (Ketua Umum Partai Nasdem, Chairman of Media Group); Prof. Dr. Ir. Alex S.W. Retraubun, M.Sc (Guru Besar Universitas Pattimura Ambon); Dr.Harry Supriyono, S.H., M.Si. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada). Foto: Dokpri Penulis.

Langgur, MalukuPost.com – Kisah heroik Bon Setitit telah dituangkan dalam buku yang ditulis oleh  Capt. Stephanus G. Setitit (putera Alm. Bon Setitit).

Stephanus Setitit belakangan diketahui adalah mantan Penerbang Garuda Indonesia dengan pengalaman kurang lebih 20.000 jam terbang dan pensiun sejak Desember 2016..

Buku pertama dengan judul “Sebiji dari Tengggara” Biografi Bon Setitit, yang diterbitkan oleh Penerbit PT Kanisius tahun 2021.

Sementara untuk buku keduanya diberi judul “Dari Kei Untuk Konferensi Meja Bundar” Controleur Pribumi Bon Setitit, yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama tahun 2024.

Lalu, apa arti kehadiran buku itu menurut para tokoh ? Berikut beberapa catatan para tokoh (dari Buku Pertama & Kedua) yang dirangkum media ini :

 

Surya Paloh (Ketua Umum Partai Nasdem, Chairman of Media Group)

Membaca karya sahabat saya, Capt. Stephanus yang saya kenal selama ini, datang dan membawa karya tulisnya, berupa biografi mengenai ayahanda almarhum Bon Setitit.

Walaupun saya secara fisik belum pernah bertemu beliau. Tetapi membaca dan mendengar kisah yang dituang dalam biografi “Sebiji dari Tenggara” ini, ternyata mempunyai cerita menarik dan menginspirasi.

Kisah mengenai Bon Setitit, dengan keberaniannya menaikkan bendera Sang Saka Merah Putih, pada masa beliau berada pada puncak kariernya sebagai Controleur pada Pemerintahan Hindia Belanda itu, patut kita acungkan jempol. Apalagi pada era kemerdekaan, hidup di Timur-Indonesia (Maluku), penuh keterbatasan informasi.

Mosi yang mengatasnamakan “Rakyat Kei” tentang “Maluku Ter Selatan” yang dikumandangkan tahun 1947, itu mencerminkan cara berpikir agar daerahnya dapat lepas dari keterbelengguan dan duduk sejajar dengan saudara-saudaranya dari daerah lain dalam kawasan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengalamannya bekerja pada Departemen Dalam Negeri RI pada tahun 1952, dan duduk dalam bagian Otonomi dan Desentralisasi, yang baru akan dibentuk, merupakan cerita unik dalam bernegara, walaupun bekerja dalam kurun waktu yang singkat.

Kesimpulannya, semangat, cita-cita, menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia itu patut kita berikan apresiasi, serta memperkaya fakta sejarah kita dalam bernegara.

Semangat Cinta Tanah Air yang begitu tulus dan luar biasa, mengabaikan kepentingan untuk diri sendiri. Hal itu tergambar secara jelas dalam perjalanan karier dan penghargaan yang diterimanya dari Pemerintah Kolonial Belanda.

Keterlibatan dan keikutsertaannya pada Konferensi Meja Bundar yang merupakan pilihan Pemerintah Belanda melalui Kementerian Luar Negeri adalah bukti pengakuan dan penghargaan istimewa kepada beliau.

  

Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim (Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara RI Periode 2002-2005).

b95e4171 36eb 448a a557 c734563fa00c
Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim (Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara RI Periode 2002-2005). Foto: Istimewa.

Buku “Sebiji dari Tenggara” yang mengisahkan perjalanan hidup Bon Setitit, yang ditulis oleh Stephanus G. Setitit sangat menarik. Di dalamnya banyak kisah yang menginsiprasi semangat nasionalisme diangkat dari seorang yang berpendidikan Barat namun spirit dan semangat sebagai warga negara Indonesia sama sekali tidak bergeser. Jiwa patriot yang tertanam dalam dirinya tetap menyala-nyala dan ditunjukkan dengan banyak tindakan yang dilakukannya demi menjaga martabat bangsa.

Sangat disayangkan, kisah-kisah perjuangan bangsa sejak awal kemerdekaan kurang diketahui anak anak muda masa kini, terlebih dari para tokoh yang sangat berperan besar pada era awal kemerdekaan.

Upaya Saudara Stephanus G. Setitit patut memperoleh apresiasi dalam mengembangkan kesadaran berbangsa dan bernegara generasi muda bangsa.

Buku “Dari Kei untuk Konferensi Meja Bundar – Controleur Pribumi” adalah merupakan kisah perjalanan hidup atau biografi dari Bon Setitit putra Kei yang disusun anak beliau Capt. Pilot Stephanus G. Setitit.

Tidak banyak kisah biografi seseorang yang cukup besar peranannya di awal kemerdekaan Republik Indonesia. Tidak pula banyak kita jumpai kisah perjuangan yang menceritakan peranan seorang tokoh yang berasal dari pulau terpencil di Indonesia Timur.

Lebih jauh lagi tidak banyak kisah heroik seseorang yang memiliki andil besar dalam turut mengisi kemerdekaan di tahun tahun awal Indonesia Merdeka yang dilengkapi berbagai dokumen otentik asli perbendaharaan pribadi keluarganya.

Untuk itulah, saya sangat mendukung keinginan sahabat saya Capt. Stephanus untuk mengabadikan kisah perjalanan hidup ayahnya dalam sebuah buku yang dilengkapi dengan berbagai dokumen asli peninggalan ayahnya.

Beruntung bagi Capt Stephanus, sebagian besar surat dan dokumen penting yang sangat berharga itu tersimpan dengan baik, walau tentu saja sebagian besar banyak yang sudah mulai rusak dimakan usia. Minimal sebuah kebiasaan menyimpan dokumen asli surat surat penting dari riwayat hidup seseorang, bagi kebanyakan orang Indonesia belum menjadi sebuah tradisi yang kuat.

Pada titik ini, maka buku kisah biografi Bon Setitit menjadi istimewa. Sekali lagi tidak banyak buku tulisan Riwayat hidup seseorang yang didukung dengan sekian banyak arsip dokumen penting dan foto asli yang melatarbelakanginya.

Saksi Sejarah dalam sebuah konferensi internasional yang menentukan perjalanan hidup bangsa Indonesia seperti Konferensi Meja Bundar, adalah bukan sesuatu yang main main, sebuah ukiran sejarah dari peran orang orang penting yang jumlahnya hanya bisa dihitung dengan jari.

Sebuah kehormatan bagi saya pribadi yang diminta turut serta menuliskan sekedar komentar yang mengantar rasa hati sebagai tanda ikut berbahagia berkenan telah suksesnya perjalanan panjang upaya penulisan buku yang sangat tinggi nilai sejarahnya ini.

 

Prof. Dr. Ir. Alex S.W. Retraubun, M.Sc. (Guru Besar Universitas Pattimura Ambon)

Ketika saya membaca buku beliau yang berjudul Sebiji dari Tenggara, mulailah saya mendapat kesan siapa sebenarnya Bon Setitit itu. Secara pribadi, ada sejumlah kekaguman saya kepada beliau.

Pertama, dari kesaksian banyak orang, ternyata beliau adalah sarjana pertama yang berasal dari Kei dan mungkin Maluku Tenggara.

Kedua, beliau merupakan sosok yang memiliki motivasi yang tinggi untuk memajukan dirinya dalam dunia pendidikan.

Kesempatan untuk belajar di luar negeri seperti Australia dan Belanda pada zaman itu tentunya tidak gampang. Bahkan, beliau juga sempat mengecap pendidikan di Universitas Indonesia di bidang hukum. Beliau juga memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap atasannya sehingga apa pun yang diinginkan selalu dikabulkan.

Buku ini mengingatkan saya akan kebenaran pelesetan orang terhadap Maluku Tenggara pada masa silam ketika berada dalam jenjang pendidikan SMP dan SMA. “Maluku Sengsara” adalah pelesetan yang dimaksudkan untuk Kabupaten Maluku Tenggara. Fakta pelesetan tersebut memberikan gambaran akurat tentang semangat perjuangan beliau untuk melawan ketertinggalan.

Buku ini haruslah dipublikasi agar semangat perjuangan hidup Bapak Bon Setitit dibaca dan diketahui publik untuk diteladani oleh generasi zaman now. Saya meyakini generasi muda akan termotivasi untuk memerangi kebodohan dan kemiskinan.

Bapak Bon Setitit sudah meninggalkan kita, tetapi semangat juangnya tetap bergema dari generasi ke generasi.

 

Prof. Dr. P.M. Laksono, M.A. (Guru Besar Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada)

QRM2ba0Are
Prof. Dr. P.M. Laksono, M.A. (Guru Besar Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada). Foto: Istimewa.

Tahun 1986, lebih dari 30 tahun yang lalu, ketika saya melakukan kerja lapangan di Kepulauan Kei untuk disertasi saya, nama Bonaventura (Bon) Setitit masuk dalam daftar informan yang ingin saya temui.

Nama fam atau marga Setitit tidak asing bagi saya. Kebetulan saya berkawan akrab dengan almarhum Bruder Ben Setitit. Saya lupa apakah pernah bertanya kepada beliau tentang keberadaan Bonaventura Setitit yang biografinya sekarang ada di hadapan pembaca. 

Ketika itu saya gagal mendapatkan keterangan tentang Bonaventura Setitit. Seingat saya tidak seorang pun kenalan di Kepulauan Kei dapat membantu saya melacak jejaknya. Ternyata kalau pun ada yang tahu, saya tidak akan dapat menjumpainya. Beliau sudah berpulang sekitar sepuluh tahun sebelum saya riset di Kepulauan Kei.

Nama almarhum B. Setitit, bersama A. Koedoeboen, V. Rahael, dan Renuat A. ada dalam dokumen mosi “tentang Kepoelauan Kei, Aroe, Tanimbar, dan Selatan Daja djadi daerah tersendiri bernama Maloekoe Ter Selatan.”

Copy dokumen mosi itu saya peroleh dari almarhum A. Koedoeboen. Mosi itu sendiri diajukan kepada pemerintah Belanda dan NIT (Negara Indonesia Timur) pada 26 Juli 1947 dan berhasil dikabulkan. Kemudian dalam naungan NKRI, secara keseluruhan daerah itu kemudian menjadi Kabupaten Maluku Tenggara.

Biografi ini memang ringkas saja. Jauh lebih ringkas dari liku-liku hidup hebat sang tokoh yang sangat kompleks. Penulis yang putra kandung sang tokoh sudah berusaha ekstra keras untuk mengungkapkan sentuhan kasih personal yang pernah dirasakannya dan informasi faktual sejauh ada dokumentasi yang ditinggalkan sang ayah. Memang tidak mudah bagi seorang anak menceritakan kembali keberadaan sang ayah.

Sebagai seorang ayah, saya sendiri insaf betapa status dan wibawa saya di depan anak itu justru tergantung pada kerahasiaan ini-itu. Namun begitu, saya harus mengakui dalam biografi ini telah tersaji apresiasi penulis kepada ayahnya melampaui kapasitas subjektifnya. Ada suatu relasi yang agak berbeda daripada sekadar relasi seorang anak dengan ayahnya. Dia telah berusaha membongkar relasi misterius ayah-anak itu.  

Bonaventura Setitit lahir dari pasangan C.K. Setitit dan C.K. Welliken, pada 16 Mei 1919 di Rumaat, Kei Kecil, Maluku Tenggara. Praktis hanya selama masa kanak-kanaknya dia hidup di kampung halamannya.

Pada usia 12 tahun, dia sudah keluar merantau ke luar dari kampung tumpah darahnya. Tidak ada informasi bagaimana awal pendidikan Bon Setitit setelah meninggalkan kampung halaman tahun 1931. Dia seperti hilang begitu saja dari kampung halamannya, bahkan pernah dianggap sudah mati sebelum dia tiba-tiba muncul kembali mampir dalam perjalanan mampir sebagai aspiran Controleur Agats.

Tiba-tiba saja dia sudah berijazah bestuuropleiding dari Makassar, yang selanjutnya membawanya mengorbit dalam dinas pemerintahan dalam negeri Hindia Belanda dan membawanya tamat dari pendidikan di Brisbane Australia dan Universitas Leiden untuk studie Indologi bagian ekonomi.

Dia pasti mengalami pendidikan yang hebat sekali bukan hanya karena dia menjadi sarjana pertama di antara orang-orang Kei, tetapi karena riwayat kurikulumnya sangat mengagumkan dari sisi pengetahuan antropologi dan kepemerintahan.

Saya hampir yakin pejabat pemerintah dalam negeri kita hari ini tidak memiliki kapasitas seperti yang dimilikinya menyangkut pengetahuannya tentang adat istiadat masyarakat tempatan.

Kalau saja saya dapat berjumpa langsung dengan beliau, tentu saya akan dapat banyak belajar dari beliau. Bayangkan saja ijazahnya dari Universitas Leiden ditandatangani tokoh ekonomi legendaris J.H. Boeke, yang teorinya tentang dualisme ekonomi di Hindia Belanda jadi sumber inspirasi klasik para Indonesianis.

Saya sama sekali tidak pernah mimpi betapa tiba-tiba ada seseorang memperkenalkan diri sebagai putra seorang tokoh yang pernah gagal saya lacak 30 tahun yang lalu. Dia bahkan datang ke rumah dengan membaca buku saya. Katanya dia menemukan nama ayahnya ada di dalam buku itu. Tentu saja saya bertanya-tanya, siapa ya? Karena di benak saya hanya ada nama Setitit dari sahabat kami yang tidak dapat kami lupakan yaitu alm. Bruder Ben Setitit (MSC).

Ternyata dia datang membuktikan bahwa kerja akademik, betapa pun sunyi jalan yang dilaluinya, tetap ada impaknya. Setelah 30 tahun disertasi selesai dan 20 tahun setelah terbit, ternyata terbaca nyata oleh seorang pilot yang terbang gelisah meng-Indonesia mengikuti jejak sang ayah.

Pos terkait