Catatan Rudi Fofid-Ambon
Gedung Joeang, Jakarta, 16 Mei 1995. Ratusan warga Maluku berkumpul. Mereka merayakan hari Pattimura. Tidak ada lari obor, karena sudah dilakukan pada 14 Mei dari Monas ke Taman Mini Indonesia Indah oleh sekelompok masyarakat. Pada 15 Mei, bertepatan dengan hari Waisak, jadilah puncak acara digeser sehari.
Saya tiba di Gedung Joeang bersama seorang adik, Doka Munandar. Orang Maluku dari berbagai kelompok usia, terlihat ramah-ramah, penuh semangat, dalam balutan pakaian etnik maupun modern. Saya ingat, ada Alexander Litaay, Ustad Kaplale, Tante Mietje Saimima, Om Leo Lopulissa, dan banyak lagi yang tidak saya kenal.
Ketika orang-orang masuk ke dalam gedung, di sana sudah ada seorang perempuan tua berparas cantik, dan berbusana necis. Ia duduk saja berbagi senyum manis kepada siapa saja yang datang menyelaminya. Saya ikut arus saja, membungkuk dan menyalaminya.
Waktu itu, saya baru masuk ke harian Suara Pembaruan Jakarta. Sebagai wartawan, rasa ingin tahu “siapa” perempuan tua itu, dengan sengaja saya tunda. Sebentar juga saya pasti tahu. Betapa perempuan inilah yang menjadi pusat perhatian semua orang. Tentu dia orang penting, selain sosok Om Leo Lopulissa.
Mantan Dubes RI di Manila Om Leo Lopulissa kemudian tampil di muka. Saat sapa-menyapa para hadirin, ia mulai dengan menyapa perempuan tua yang duduk paling depan.
“Pertama-tama, yang sangat saya hormati, saya banggakan, Ny Josephine F. Siti Kustini Yos Sudarso . Ini Nyonya Yos Sudarso , sudah lama menjadi bagian dari masyarakat Maluku,” kata Om Leo Lopulissa.
Tepuk tangan membahana. Saya juga. Ini kejutan menyenangkan. Senang sekali bahwa saya bisa bertemu dengan Janda Yos Sudarso , sang pahlawan nasional, pahlawan Laut Arafuru.
Acara mengalir. Kejutan berikut muncul ketika sang pewara mengatakan, akan ada sebuah hadiah kejutan. Ia mengundang Ny Yos Sudarso maju ke depan. Dengan secarik kertas HVS di tangan, Ny Yos Sudarso berbicara dengan suara pelan.
“Puisi ini saya temukan di rumah, ditulis tahun 1959. Judulnya, Pattimura. Penulisnya, Yos Sudarso ,” ujar Ny Yos Sudarso , disambut gegap-gempita tepuk tangan.
Beginilah puisi yang ditulis Yos Sudarso tersebut.
PATTIMURA
Jika kau tanya apa jasaku
akan aku jawab tidak ada
Jika kau tanya apa baktiku
akan aku jawab tidak ada
Aku hanya melaksanakan kewajiban
tidak lebih tidak kurang
Bahkan bendera Viktory yang kukibarkan
bukan pula bendera pahlawan
tetapi hanya bendera kewajiban
yang akan tetap kunaikkan
Terima kasih Pattimura, terima kasih para djanto
Pattimura, kita akan bertemu lagi di laut biru
di bawah bendera kewajiban
Surabaya, 1959
Setelah Ustad Kaplale memanjatkan doa, acara pun selesai. Saya langsung melompat dari belakang ke kursi paling depan. Saya salami Ny Yos Sudarso lagi. Saya langsung meminta kertas yang masih di tangannya. Saya mau salin, atau saya baca kembali sambil saya rekam di tape recorder.
“Oh, tidak usah. Ambil saja, sebab saya punya naskah yang asli,” kata Ny Yos Sudarso .
Ternyata, seorang pria tua, jangkung, dengan kamera tergantung di leher, langsung saja mengambil kertas itu, yang ujungnya di tangan Ny Yos Sudarso, dan ujung lainnya di tangan saya.
“Beta perlu puisi ini,” kata sang opa.
Meskipun sudah direlakan Ny Yos Sudarso kepada saya, tetapi demi melihat opa tua itu, saya akhirnya meminta merekam suara saya sendiri di tape recorder.
Opa tua ini ternyata bermarga Louhenapessy. Ia pensiunan polisi. Masa dinasnya di Jawa Timur, dan tetap menjadi warga Surabaya. Meskipun sudah tua, Opa Louhenapessy tetap giat menulis bersama opa-opa seangkatan. Mereka menerbitkan Tabloit Mae Uku Toma. Beberapa bulan kemudian, Opa Louhenapessy datang di Ambon. Ia membawa satu eksampelar Tabloid Mae Uku Toma kepada saya. Di dalam edisi itu, termuat puisi Pattimura karya Yos Sudarso .
Menarik bahwa pada dua baris terakhir puisi Pattimura, Yos Sudarso menulis “nubuat” untuk dirinya sendiri.
Pattimura, kita akan bertemu lagi di laut biru
di bawah bendera kewajiban
Bahwa Pattimura adalah nama kapal perang milik Indonesia KRI Pattimura, atau Pattimura sebagai pahlawan nasional, yang jelas, Yos Sudarso sudah memenuhi janjinya bertemu lagi di laut biru Arafura, untuk selama-lamanya.
Dalam kenangan: Yos Sudarso lahir di Salatiga, 24 November 1925 dan gugur di Laut Arafura, 15 Januari 1962. Istrinya, Ny Josephine F. Siti Kustini Yos Sudarso , lahir di Ngawi, 1935, meninggal dunia di Jakarta, 2 September 2006.
Ambon, 15 Januari 2020
Penulis adalah Redaktur Pelaksana Media Online Maluku Post