Samsia Dan Sania, Gadis Maluku Pertama Di Militer Indonesia

Samsia
Korps Wanita Tentara Indonesia sesudah reorganisasi tahun 1948 secara resmi menjadi bagian dari tentara. Foto: repro buku "Agresi Militer Belanda Memperebutkan Zamrud Sepanjang Khatulistiwa 1945/1949" karya Pierre Heijboer/Historia

Laporan Rudi Fofid-Ambon

Malukupost.com – Kota Tual, 1950. Guru agama Samsia mengumpulkan sejumlah pemuda pilihan. Ia mengutarakan satu maksud rahasia. Para pemuda setuju. Mereka berjalan kaki melintasi lapangan Loder El, sampai di samping tangsi polisi. Sasaran mereka adalah rumah Kontrolir La Reve, wakil pemerintah Belanda yang masih bertahan, walau sudah lima tahun Indonesia merdeka.

Melalui satu penyergapan mendadak, Kontrolir La Reve menyerah. Samsia melakukan negosiasi dengan kontrolir supaya jangan macam-macam, jika sehari-dua pasukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) tiba di Tual. Kontrolir patuh. Batalion 711 di bawah pimpinan Mayor Abdullah yang sukses di Tanimbar, mendarat di Pelabuhan Tual,  30 Juli, mulus tanpa perlawanan sang kontrolir.

Tindakan Samsia dan para pemuda Tual membuat misi Mayor Abdullah berhasil. Misi memastikan Tanimbar,  Tual, dan Aru bebas dari tekanan RMS. Dari situ, barulah Mayor Abdullah dan pasukan melanjutkan misi ke Seram Timur. Di sanalah, Mayor Abdullah gugur, September 1950.

Bagaimana bisa, seorang guru agama Islam, Samsia, sanggup melakukan kerja-kerja militer seperti itu? Ternyata, Samsia bukan guru biasa. Dia memang kuliah di Fakultas Agama Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tetapi, saat datang ke Tual, Samsia sudah berpangkat Letnan Dua. Dia anggota APRIS (TNI). Kedatangan ke Tual demi misi rahasia menangkal RMS dan memperkuat nasionalisme.

Samsia tidak pernah berpikir menjadi tentara. Dia ke Yogyakarta untuk mewujudkan cita-cita menjadi Sarjana Agama Islam. Waktu itu, UII Yogyakarta secara resmi beroperasi tahun 1947, walau cikal-bakal sebagai sekolah tinggi sudah dirintis sejak Juli 1945.

Samsia tidak sendiri. Dia bersama rekannya dari Maluku bernama Sania. Baru setahun kuliah, Belanda melancarkan agresi militer. Yogyakarta, ibukota sementara Indonesia menjadi sasaran. UII ditutup sementara. Para mahasiswa diliburkan, namun banyak yang memilih bergerilya bersama pasukan APRIS.

Di Yogyakarta saat itu, terdapat Kantor Gubernur Maluku. Gubernur Latuharhary mengendalikan pemerintahan dari sana. Kaum nasionalis Maluku juga berpusat di Yogyakarta.  Tokoh-tokoh perempuan Maluku juga bergiat. Mereka antara lain An Latuasan-Pupella, An Luhukay, Telly Lawalata, Saar Sopacua, Yet Latuharhary, Ny Chris Wattimena-Matulessy, Ny Subandono Siwalette, dan sebagainya. Mereka bergerak di bidang sosial, ekonomi, maupun politik.

Saat yang sama, Samsia dan Sania memilih bergabung dengan pasukan militer di Selatan Yogyakarta. Saat itu, perang gerilya di Sektor Selatan melibatkan Resimen Telukabessy atau Batalion Pattimura, dari Layskar Seberang pimpinan Mayor Pelupessy.

Mulanya, Samsia dan Sania mendapat tugas sebagai mata-mata. Keduanya bergerak sampai ke wilayah yang dikuasai Belanda. Beberapa kali keduanya ditangkap dan diinterogasi. Hanya dengan argumentasi yang kuat, mereka kemudian dilepas kembali. Samsia dan Sania pun secara resmi menjadi anggota tentara.

Samsia dan Sania memainkan peran mata-mata secara baik. Mereka menjalin hubungan baik dengan pasukan Belanda. Dari hasil penyusupan itu, keduanya memberi informasi tentang kekuatan militer Belanda. Batalion Pattimura mengelola informasi sehingga berhasil menciduk satu peleton tentara Belanda. Senjata mereka pun dirampas Batalion Pattimura.

Pimpinan APRIS mendapat laporan tentang kemampuan Samsia dan Sania. Samsia pun dikirim ke Maluku dengan pangkat letnan dua, sedangkan Sania tetap di Yogyakarta dengan pangkat sersan mayor.

Ekpedisi ke Maluku dipimpin Letnan Satu Mohammad Quosim Maruapey. Pembantu Letnan Solaeman ikut serta dalam ekspedisi ini. Tugas ekspedisi ini adalah memantau kekuatan RMS di Maluku.

Tiba di Ambon, Samsia menjalankan tugas sebagai guru agama. Ia memperkenalkan diri sebagai guru yang baru pulang studi di Yogyakarta. Situasi Ambon sangat gawat. Tentara KNIL dan anak buah Westerling didatangkan dari Makassar.

Karena situasi buruk, Letda Samsia menyurati pemerintahan di Tual dan Sanana, untuk menerima dua guru agama yang ditempatkan di sana. Tual dan Sanana sama-sama memberi respon baik. Hanya, Tual lebih cepat datang menjemput.

Samsia dan Solaeman langsung bertolak ke Tual. Bulan Desember, mereka tiba di Tual dan memulai pekerjaan sebagai guru. Keduanya membuka kursus pemberantasan buta huruf.

Samsia kemudian membuka majelis pengajian pada malam hari. Ia menghimpun penduduk Kota Tual dari semua etnis. Mereka berhasil mendirikan Madrasah Mustha Muallimin.

Usaha-usaha Samsia makin maju berkat dukungan Pelda Solaeman dan juga Sersan Kuning Renwarin. Mereka menghimpun kaum muda dan membangun kesadaran nasionalisme, sehingga warga Tual pun makin kukuh mendukung kemerdekaan Indonesia.  Mereka tidak tergoda pada kemungkinan bergabung  dengan RMS.

Pada masa setelah Indonesia merdeka hingga tahun 1949, Belanda masih berjuang menancapkan kuku di Nusantara, terutama di Maluku. Seorang kaki tangan Belanda bahkan datang dari Ambon ke Tual untuk melacak keberadaan Letda Samsia.

“Dia itu mata-mata yang melarikan diri dari Yogyakarta,” kata antek Belanda itu kepada Pelda Solaeman.

Beruntung, antek itu tidak menganggap Solaeman sebagai orang penting. Apalagi Solaeman adalah pria asal Pulau Jawa yang santun, antek itu percaya ketika Solaeman menyebut Samsia sudah ke Ternate. Antek itu pun kembali ke Ambon.

Setelah situasi Tual aman dari incaran mata-mata Belanda, Letda Samsia lantas melakukan persiapan bagi kedatangan TNI di Tual. Persiapan  sangat diperlukan mengingat pada bulan Juni 1950, pasukan TNI dari Batalion 3 Mei sudah tiba di Ambon. Mereka kemudian melakukan pendaratan ke pulau-pulau lain agar membebaskan rakyat dari pengaruh RMS, yang sudah menyatakan proklamasi, 25 April 1950. Ada juga pasukan yang dikirim dari Makassar langsung ke Dobo, Kepulauan Aru.

Di Tual, Samsia mengumpulkan para pemuda-pemuda yang kemudian menyergap Kontrolier La Reve dan tangsi polisi.  Aksi heroik guru agama Islam berpangkat letnan dua itu, besar maknanya bagi perjuangan mempergtahankan Indonesia.

Samsia baru kembali ke Yogyakarta tahun 1951, ketika keadaan di Tual sudah benar-benar aman. Di Yogyakarta, ia melanjutkan studinya yang terputus akibat agresi militer Belanda.

Meskipun banyak perempuan Maluku terlibat dalam perang gerilya, namun keterlibatan tersebut sebagai sukarelawan. Mulanya Samsia dan Sania juga menjadi relawan, namun kemudian secara resmi masuk tentara dan mendapat pangkat kemiliteran.

Kalau tidak ada sosok lain di luar kedua sosok ini, maka Samsia dan Sania dapat dicatat sebagai perempuan Maluku pertama yang menjadi anggota militer Indonesia, jauh sebelum berdirinya Kowad (1960), Kowal (1963), dan Wara (1963). Kalaupun ada, tetap saja Samsia dan Sania menjadi bagian dari perempuan-perempuan pertama asal Maluku berpangkat militer Indonesia.

Bagaimana karier Letnan Dua Samsia dan Sersan Mayor Sania selanjutnya? Atau, Bagaimana latar belakang keduanya? Tidak ada saksi yang bisa dimintai keterangan, juga tidak cukup referensi untuk mengetahui biodata ataupun profil wajah mereka.

Media Online Maluku Post masih terus menelusuri keterangan mengenai latar belakang Samsia dan Sania. Satu-satunya referensi yang dipakai untuk laporan ini adalah buku bertajuk “Peranan Wanita Indonesia Di Masa Perang Kemerdekaan 1945-1950” yang ditulis Nana Nurliana dkk. Buku tersebut diterbitkan tahun 1986 oleh Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Depdikbud RI.

Bila di Tual terdapat Jalan Mayor Abdullah dan Jalan Tumbelaka, maka tidak salah kiranya Pemerintah Kota Tual mempertimbangkan untuk mengabadikan nama sang guru agama dan tentara sehingga ada juga Jalan Letda Samsia.

(Malukupost.com/foto Historia: Korps Wanita Tentara Indonesia sesudah reorganisasi tahun 1948 secara resmi menjadi bagian dari tentara. Foto: repro buku “Agresi Militer Belanda Memperebutkan Zamrud Sepanjang Khatulistiwa 1945/1949” karya Pierre Heijboer).

Pos terkait