Wow!! PPAT Crisdy Lewerissa Dipolisikan Terkait Pemalsuan AJB

7927eeff 7a6f 4dcf ac50 3dea095bf8e8 jpg
Penasehat hukum Pelapor, Hamid Fakaubun, SH.,MH, yang diwakili Asistennya Ilham Ohoirenan, SH, secara resmi melaporkan PPAT/Notaris Crisdy Lewerissa, SH di Dit Reskrimum Polda Maluku, Selasa (12/12/2023).

Tual, MalukuPost.com – Penasehat Hukum (PH) Pelapor (atas nama Abdul Rifai Tamnge) Hamid Fakaubun, S.H., M.H resmi melaporkan Notaris/PPAT Crisdy Lewerissa, SH.

Hamid Fakaubun yang diwakili oleh asistennya Ilham Ohoirenan, SH resmi melakukan laporan dimaksud ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Maluku, Selasa (12/12/2023).

Crisdy Lewerissa, SH adalah Notaris/PPAT yang diduga telah menerbitkan Akta Jual Beli (AJB) tanah palsu milik Abdul Rifai Tamnge kepada oknum anggota Polres Tual (yang ditugaskan di kantor BNN Kota Tual) AKP La Ode Arif Jaya (AJ).

Sesuai pres rilis yang diterima media ini, Rabu (13/12), dalam laporan tersebut Abdul Rifai Tamnge (pelapor) menjelaskan bahwa berawal dari dirinya melaporan oknum Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Tual yakni Hi. La Ode Arif Jaya dan Istrinya Hj. Aisyah Renhoat (anggota DPRD Kota Tual ) di Kantor Polda Maluku mengenai pemalsuan dokumen dan penyerobotan lahan.

Selanjutnya, ia (Abdul Rifai Tamnge) dihubungi via telepon oleh salah satu penyidik di ruang Propam Polda Maluku untuk dimintai keterangan terkait laporan yang saya adukan tersebut.

“Saya diperlihatkan sebuah dokumen Akta Jual Beli (AJB) No : 75/JB/01/XII/2015 dan beberapa kwitansi yang di dalamnya tercantum nama beserta tanda tangan saya, padahal sepengetahuan saya, saya tidak pernah berurusan langsung dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Crisdy Lewerissa,” beber Tamnge.

Di dalam AJB yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Crisdy Lewerissa tersebut, pada angka romawi pertama yang menjelaskan tentang saksi-saksi yang dia kenal dan akan disebut pada bagian akhir akta termasuk di dalamnya tercantum nama Abdul Rifai Tamnge sebagai pihak pertama yang selanjutnya di sebut sebagai pihak penjual.

Kemudian keterangan Abdul Rifai Tamnge pada Pasal 2 (halaman 5 AJB) yang menjelaskan tentang saya selaku pihak pertama menjamin bahwa objek jual beli tersebut tidak tersangkut dalam suatu sengketa, bebas dari sitaan, tidak terikat sebagai suatu utang dan bebas dari beban-beban lainya yang berupa apapun.

Selanjutnya, pada Pasal 6 (halaman 6 AJB) yang pada pokonya menjelaskan tentang kedua belah pihak memilih tempat kediaman hukum yang umum dan tidak berubah pada kantor Pengadilan Negeri Tual di Tual.

Dan yang terakhir pada halaman 7 terdapat nama beserta tanda tangan Abdul Rifai Tamnge yang sudah tercantum diatas meterai 6.000.

Tamnge menegaskan, bahwa keterangan berserta pencatutan nama dan tanda tangannya dalam dokumen Akta Jual Beli (AJB) No : 75/JB/01/XII/2015 yang di terbitkan oleh Notaris Crisdy Lewerissa, SH adalah bukti pelanggaran dan kejahatan yang nyata.

“Saya tidak pernah sama sekali berhubungan dengan yang bersangkutan termasuk memberikan keterangan maupun tanda tangan suatu surat, dokumen perjanjian dalam bentuk apapun,” tegas Tamnge.

Selaku pengadu (Pelapor), ia meyakini sungguh bahwa Notaris Crisdy Lewerissa (Terlapor) diduga telah melakukan tindak pidana yakni :

1. Bahwa terlapor Crisdy Lewerissa, SH selaku PPAT diduga kuat telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur di dalam KUHP Pasal 263 ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa, barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
2. Bahwa terlapor Crisdy Lewerissa, SH diduga kuat telah melakukan tindak pidana Tindak pidana pemalsuan surat  Pasal 266 ayat (1) KUHP yang menyebutkan bahwa, “barangsiapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.

Selain itu, sebagai Pelapor, Tamnge juga menduga adanya keterlibatan oknum-oknum Kantor Pertanahan Kabupaten Maluku Tenggara yang ikut terlibat dalam mengurus dan memuluskan proses kejahatan pembalikan nama pada sertifkat sepihak dengan nomor sertifikat : 01427 seluas 1.205 m2 atas nama Abdul Rifai Tamnge.

Untuk diketahui, data yang dhimpun media ini, Notaris Crisdy Lewerissa, SH pada tahun 2013 tersandung kasus hukum (pidana) terkait Narkotika jenis Shabu.

Kepastian tersebut dibuktikan dengan Putusan Pengadilan Tinggi Maluku Nomor : 22/PID/2013/PT.MAL yang mengadili dan memutuskan perkara tersebut pada tingkat Banding.

Dalam putusan Majelis Hakim Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Maluku pada hari Selasa tanggal 12 Juli 2013 tersebut berbunyi :

M E N G A D I L I
• Menerima permohonan banding dari Jaksa/Penuntut umum;
• Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Tual tanggal 30 Mei 2013 Nomor : 35/Pid.Sus/2013/PN.TL., sekedar mengenai kualifikasi dan pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut :

• Menyatakan terdakwa CRYSDY LEWERISSA Alias KECE, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman”;
• Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan;
• Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tual tersebut untuk selebihnya ;
• Membebankan biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan, sedangkan di tingkat banding sebesar Rp. 2.000.- (dua ribu rupiah).

Pos terkait