Yayasan Kesehatan GPM Dan Manajemen RS Sumber Hidup Diduga Abaikan Putusan Pengadilan

Ambon, MalukuPost.com – Yayasan Kesehatan Gereja Protestan Maluku (GPM) dan manajemen Rumah Sakit (RS) Sumber Hidup GPM diduga mengabaikan putusan pengadilan yang menyatakan sejumlah karyawan berstatus sebagai pegawai tetap. Hal ini disampaikan dalam rilis resmi kuasa hukum para pekerja, Risart Ririhena, SH dan Jopie S. Nasarany, SH, yang diterima media ini, di Ambon, Rabu (25/6/2025).

Dalam rilis tersebut disebutkan bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Ambon Nomor 15/Pdt.Sus.PHI/2022/PN.Ambon jo. Nomor 28/Pdt.Sus.PHI/2022/PN.Ambon, majelis hakim menyatakan bahwa penggugat adalah karyawan tetap atau memiliki status Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) sejak pertama kali bekerja hingga saat ini.

“Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap. Namun sampai saat ini, pihak tergugat dalam hal ini Yayasan Kesehatan GPM dan manajemen RS Sumber Hidup GPM belum membuat dan menerbitkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai karyawan tetap,” ujar Ririhena.

Dijelaskan, para pegawai kontrak yang bekerja di unit Rumah Sakit Sumber Hidup GPM memiliki masa kerja yang bervariasi, dari 7 hingga 18 tahun. Berdasarkan amar putusan pengadilan tersebut, mereka seharusnya diangkat sebagai pegawai tetap dan menerima hak-hak yang melekat pada status tersebut.

Tak hanya mengandalkan putusan pengadilan, para kuasa hukum juga telah menempuh jalur mediasi dan audiensi untuk menyelesaikan persoalan ini. Salah satunya adalah audiensi yang difasilitasi oleh Kementerian Ketenagakerjaan RI pada 24 Oktober 2024 di ruang pertemuan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Maluku.

Audiensi tersebut dihadiri Koordinator PPHI Perusahaan Swasta Kemenaker RI, pengurus Yayasan Kesehatan GPM, manajemen RS Sumber Hidup GPM, perwakilan Serikat Pekerja GPM, serta para kuasa hukum.

“Hasil audiensi menetapkan bahwa pihak Yayasan Kesehatan GPM, melalui kuasa hukumnya, telah bersepakat akan mengeluarkan SK pengangkatan karyawan tetap paling lambat 31 Desember 2024. Namun hingga kini janji tersebut belum juga direalisasikan,” lanjut Ririhena.

Ketika SK pengangkatan tidak kunjung diterbitkan, para kuasa hukum menilai Yayasan Kesehatan GPM telah menunjukkan sikap tidak patuh terhadap hukum dan komitmen yang dibuat di hadapan pemerintah pusat. Ririhena menegaskan bahwa pihaknya masih membuka ruang dialog dan memberi waktu kepada Yayasan untuk memenuhi kewajiban hukumnya.

“Namun jika itikad baik kami tidak direspons, maka kami akan menempuh langkah hukum lanjutan untuk menyelesaikan persoalan ini. Sebab ini sudah termasuk perbuatan melawan hukum,” tegasnya.

Langkah hukum tersebut, menurut dia, menjadi satu-satunya cara untuk memastikan keadilan bagi para pekerja yang selama bertahun-tahun telah mengabdi namun belum mendapatkan kejelasan status ketenagakerjaan.

Sejumlah pengamat ketenagakerjaan menilai kasus ini sebagai preseden buruk, terutama ketika lembaga yang bergerak di bidang kesehatan dan keagamaan justru tidak menunjukkan keteladanan dalam menaati hukum dan memberikan perlindungan kepada tenaga kerjanya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Yayasan Kesehatan GPM belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan kuasa hukum maupun perkembangan realisasi SK pegawai tetap tersebut.

Pos terkait