Ironi Sepakbola Maluku !

sepakbola
Ambon, Maluku Post.com – Banyak orang mengakui jika bakat-bakat terpendam di sepakbola begitu melimpah ruah di tanah Maluku. Tapi juga tak sedikit orang yang merasa heran, kenapa sampai saat ini tak ada satupun klub asal Maluku yang berlaga di kasta tertinggi sepakbola Indonesia, Indonesia Super League (ISL) atau Divisi Utama PSSI, misalnya. 
Sepakbola Maluku terpuruk di tengah melimpahnya sumber daya pemain. Secara ’de facto’, nyaris di semua klub di Tanah Air pasti berjejer pemain-pemain asal (maupun yang punya darah) Maluku. Tapi, belum ada niat tulus dari pemangku kepentingan (stakeholder) untuk menyatukan pemain-pemain Maluku dalam sebuah klub berlabel Maluku. Ada beberapa penyebab di balik keterpurukan sepakbola Maluku yang perlu diuraikan melalui tulisan ringan ini. 
Pertama, hingga saat ini Maluku masih krisis sosok penggila bola (bolamania) seperti EE Mengindaan di Sulawesi Utara. Rata-rata kepala daerah di Maluku kurang suka mengurusi sepakbola. Mereka lebih gila mengurusi politik dan sibuk urus pencitraan diri. 
Sosok Andre Rentanubun, Bupati Maluku Tenggara (Malra) periode 2012-2017, memang pernah mengangkat pamor Persemalra Maluku Tenggara di Divisi Utama PSSI pada medio 2000an, tetapi konsistensinya terkubur tugas-tugas kepala daerah disamping terjangan krisis finansial di internal klub ’Laskar Tombak Merah’. 
Kedua, pembinaan sepakbola usia muda di Maluku tidak berjenjang dan tidak massif. Konsentrasi pembinaan masih terfokus ke Tulehu. Padahal, banyak bibit di negeri-negeri lain di Maluku. Turnamen-turnamen digelar jika ada jadwal resmi PSSI dari Jakarta. Tak ada inovasi maupun inisiatif pengurus PSSI Maluku untuk membina pemain-pemain usia muda secara konsisten dan berkesinambungan di seluruh kabupaten dan kota di Maluku. 
Tugas utama pengurus PSSI Maluku saat ini hanya mengikuti Musyawarah Nasional PSSI atau Kongres Luar Biasa PSSI untuk memperoleh biaya ini dan itu. Ketiga, mental pengurus sepakbola yang layak disebut ’mafia sepakbola’. 
Kepengurusan sepakbola dan futsal di Maluku masih dilakoni pemain-pemain tua yang ’mata duitan’ dan selalu menghalalkan upeti dari pelaksanaan kompetisi resmi PSSI maupun turnamen-turnamen lokal. Keempat, fasilitas sepakbola yang kurang memadai juga ditengarai menjadi salah satu penyebab terpuruknya sepakbola daerah ini selama beberapa dekade terakhir. 
Di Kota Ambon, misalnya, banyak lapangan sepakbola yang digusur untuk pembangunan sekolah, mini market dan rumah-rumah minimais tanpa kebijakan alternatif pemerintah setempat untuk menjadikan satu kampung, satu lapangan sepakbola. Kelima, para legislator tidak pro sepakbola. Mayoritas anggota dewan di Maluku kurang hobi mengurusi sepakbola, bahkan banyak yang awam bahas sepakbola. Padahal di daerah lain di Indonesia, sepakbola menjadi jargon kampanye politik yang menggiurkan. 
Karakter anggota legislator di Maluku yang diistilahkan ’’tiba masa, tiba akal’’ dan ’’tiba masa, kehilangan akal’’, menjadi faktor penyebab lain mengapa sepakbola Maluku masih terkapar di kubangan paceklik prestasi nasional. Keenam, stakeholder sepakbola tidak solid. Maksudnya, masing-masing pihak berjalan dengan kepentingan diri sendiri, sementara tugas dan tanggung jawab besar diabaikan. Perlu revolusi mental para pengurus sepakbola dan futsal. Belum ada kata terlambat untuk memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang ada. Bravo sepakbola dan futsal Maluku. (rony samloy)   

Pos terkait