AYO PRANGGANG, MENULIS ATAU MATI!

Catatan oleh Rudi Fofid-Ambon

Hai remaja, anak nae-nae badang, yang mulai garser, anak pranggang. Ayo menulis! Tulis apa saja, terserah. Menulis novel, cerpen, puisi, pantun, artikel ilmiah populer, naskah drama, esai, atau ficer. Tulis sesuai minat, bakat dan kemampuan. Tulis kisah nyata atau bisa juga rekaan alias fiksi, silakan!

Menulis itu gampang. Bukankah tak ada lagi remaja buta huruf, zaman ini? Semua kita kenal aksara Latin, ribuan kata, dan mampu menyusun kalimat-kalimat secara baik dan benar. Bukankah kita menguasai sekurang-kurangnya satu bahasa ibu?

Sekarang tidak ada cukup alasan untuk tidak menulis. Kemampuan menulis sudah menjadi ketrampilan dasar tiap remaja. Sarana dan media menulis teramat banyak. Alat tulis konvensional seperti pena, pensil, buku tulis dan kertas, masih tetap relevan. Kini tersedia alat-alat modern seperti komputer, laptop, IPod, bahkan telepon genggam yang smart itu.

Media untuk memublikasi tulisan-tulisan juga tersedia. Media konvensional seperti buku, majalah dan surat kabar masih bisa menampung tulisan-tulisan kita. Kini ada media baru yakni blog, facebook, twitter, dan lain-lain yang bisa dimanfaatkan tanpa birokrasi. Kita bisa memiliki blog dan akun pribadi, tempat kita bisa berkreasi dan berekspresi. Jangan sampai hanya menjadi media narsis.

Sioh, sekarang saya teringat pertanyaan klasik yang sering dilontarkan banyak remaja atau penulis pemula. “Saya suka menulis.  Saya punya masalah yakni sering kesulitan di depan keyboard komputer.  Saya tidak tahu memulai dengan kata apa.  Pokoknya, masalah saya adalah kata pertama!”

Remaja lain mengatakan, berhasil menulis sebuah cerita pendek dan beberapa puisi.  “Tapi cerpen dan puisi itu saya delete. Saya malu dibaca orang karena karangan saya jelek.”

Sebenarnya, kejadian seperti di atas tidak perlu terjadi, andaikan si remaja membebaskan diri dari tekanan mental yang diciptakan sendiri.  Anggapan bahwa kata pertama itu sulit membuat dia terus terpenjara dalam anggapannya. Sedangkan remaja yang selalu menulis tapi kemudian menekan tombol delete di keyboard, akan selalu begitu selama dia terpenjara dengan anggapannya sendiri bahwa tulisannya jelek.

Zaman ini, semua remaja saban hari menulis. Berkali-kali malah. Mereka menulis SMS, BBM, update status facebook  dan twitter, menulis komentar tanggapan, chat dan sebagainya. Bahkan kalau kita cermat menyelidik, remaja-remaja sekarang menulis sepanjang waktu.  Di atas angkot, mereka sibuk sekali membalas SMS. Beberapa pelajar bahkan asyik menulis SMS ketika pelajaran sedang berlangsung di kelas. Remaja lain bisa menulis SMS sambil memegang stang sepeda motor yang melaju di riuh jalan raya.

Untuk mahir menulis, memang perlu ada bekal teori dan bimbingan dari yang ahli atau penulis yang sudah mahir. Akan tetapi dengan mesin pencari semisal google, remaja sekarang bisa mengakses banyak informasi di internet. Ketik saja kata atau kalimat kunci “kiat menulis cerpen” maka akan muncul panduan menulis cerpen. Begitu juga novel, puisi, esai, berita, ficer, artikel ilmiah populer, dan sebagainya.

Nah, sambil membaca teori-teori dan panduan para ahli, kita sudah bisa langsung praktik menulis. Ide dan imajinasi paling hebat justru ada dalam diri kita sendiri.  Pengalaman nyata maupun pengalaman batin, bisa langsung kita tuangkan dalam bentuk tulisan. Setiap penulis menemukan sendiri gaya menulis sesuai kesukaannya.

Coba simak teks di bawah ini :

“Pagi di Pantai Ngurbloat, Kei Kecil. Matahari tak kelihatan. Hujan sedang mengguyur dari langit. Angin sangat kencang. Daun-daun gugur jatuh di pasir basah. Kamar penginapan ini seperti akan terbang, saat angin menghentak. Helena Victoria menengok ke luar jendela. Dia nampak tak sabar.  Ingin sekali segera mandi laut dan bermain pasir.”    

Tulisan ini sederhana saja. Hanya lukisan suasana. Menggambarkan apa yang saya liat dengan mata, dan apa yang saya rasakan saat itu. Saya menulisnya di laptop sambil menunggu hujan reda.

Helena Victoria dalam teks di atas, adalah puteri saya berusia 5,5 tahun dan baru kelas satu SD.  Helena mengambil kertas lalu mengikuti kedua kakaknya yang saya minta menulis puisi mengatasi kebosanan pagi ini.

Tak berapa lama, Helena mengatakan, puisinya sudah jadi, padahal saya tak memintanya menulis.  Helena menyerahkan kertasnya dan sekali lagi saya terkejut. Puisinya begini :


HUJAN
Daun-daun telah menjadi kapal

Saya tercengang. Helena belum pernah membaca teori menulis. Saya pun belum pernah membimbing menulis puisi. Bagaimana bisa dia memakai diksi yang paling sering digunakan penyair-penyair hebat di seluruh dunia. Hujan, daun, dan kapal. Tiga elemen ini sungguh simbolik dan imajinatif, membiaskan banyak makna.   

Hujan adalah puisinya yang pertama, dan mengingatkan saya pada puisi karangan sastrawan Indonesia Sitor Situmorang yang paling sering dibahas dalam wacana sastra Indonesia:

MALAM LEBARAN
Bulan di atas kuburan

Puisi “Hujan” dan “Malam Lebaran” bolehlah kita sebut haiku, jenis puisi pendek dalam sastra tua Jepang. Biasanya terdiri dari tiga baris, dengan jumlah suku kata (on) lima-tujuh-lima.   Dalam kenyataan, semua puisi pendek, juga disebut saja sebagai haiku.

Nah, Helena yang belum apa-apa dan Sitor Situmorang yang hebat itu, bisa menulis puisi pendek tapi prismatik, memancarkan banyak makna. Bagaimana dengan kita? Apa yang bisa kita tulis sekarang? Sebagai latihan, cobalah kembali menulis catatan harian. Peristiwa besar dan kecil dalam kehidupan pribadi, tuangkan itu di buku harian.

Tulislah hal-hal yang dilihat, didengar, dirasakan, dipikirkan. Tulislah saban hari, satu paragraf, dua paragraf, tak jadi soal. Novel dan film serial TV paling populer di dunia Little House on the Prairie adalah catatan harian Laura Ingalls Wilder.  Begitu juga novel Beb Vuyk Het Laaste Huis van de Wereld (Sebuah Rumah di Ujung Dunia, penerjemah Gadis Rasyid),   diangkat dari kisah nyata, catatan hariannya selama di Kayeli, Pulau Buru.

Ada banyak naskah sudah ditulis di seluruh dunia. Jutaan buku sudah pernah terbit, jutaan artikel sudah dipublikasi. Pertanyaan saya, apakah riwayat hidupmu, riwayat orang tuamu, riwayat kakek dan nenekmu sudah pernah ditulis? Negara tak akan menggaji seorang pegawai negeri sipil pun untuk datang ke rumahmu, lalu menyatakan akan menulis riwayat orang tuamu.

Sebab itu, cobalah menulis dari dalam lingkungan diri dan keluarga. Tulisan itu, mungkin tidak segera bagus seperti sebuah karya penulis hebat. Biar begitu, rekaman peristiwa dari waktu ke waktu akan menjadi sangat penting, setidaknya untuk dokumentasi keluarga. Tulisanmu bisa menjadi kenangan yang hidup sepanjang masa, bukan saja berguna bagi anak-cucu tetapi juga bagi publik.  Kenangan seperti di buku harianmu, akan menjadi pelengkap sejarah suatu masa.

Nah sekarang, tinggalkan tulisan ini.  Merapatlah ke depan keyboard dan tuliskan sesuatu.  Mungkin tentang dirimu, ibumu, gurumu, sahabatmu, pacarmu, atau tentang pantai yang indah dan sampah plastik di selokan depan rumahmu. Mumpung menulis tak dilarang.

Kalau kita konsisten menulis, niscaya dari Maluku akan muncul satu lapisan generasi yang tak hanya piawai bermusik di panggung, berlari di lintasan atletik, atau bertinju di atas ring.  Saya percaya pada kesetiaan menulis, seperti yang dilakukan putra-putri Maluku seperti Weslly Johannes, Theoresia Rumteh, Eko Saputra Poceratu, Chalvin Papilaya, Roesda Leikawa, dan banyak penulis muda di Maluku saat ini.  Kalau kesetiaan menulis dilakoni bertahun-tahun, niscaya penulis hebat di dunia, bisa datang dari Maluku. Pokoknya, menulis dan menulis. Menulis atau mati! 

Wartawati kawakan Ani Bertha Simamora pernah berpesan kepada saya, bahwa ada lima faktor yang membuat seseorang menjadi wartawan/penulis hebat. Pertama, latihan. Kedua, latihan.  Ketiga, latihan.  Keempat, latihan.  Kelima, latihan. Itu saja. Oke, para remaja, kawula pranggang, selamat menulis. Sampai jumpa tahun 2030, ketika Indonesia masih ada.  Mungkin saat itu, salah satu di antara penulis hari ini sedang meluncurkan buku di Frankfurt, Jerman.

Penulis adalah Redaktur Pelaksana Media Online Maluku Post

Pos terkait