Kasus Kekerasan Perempuan Dan Anak Di Ambon Meningkat

Ambon, Malukupost.com - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Ambon mendata jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak mengalami peningkatan pada 2019. "Periode Januari hingga pertengahan Maret 2019 kasus kekerasan perempuan dan anak di kota Ambon yang ditangani P2TP2A mengalami peningkatan signifikan sebanyak 55 kasus," kata pendamping P2TP2A Ambon, Nini Kusniati, Senin (18/3).

Ambon, Malukupost.com – Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Ambon mendata jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak mengalami peningkatan pada 2019.

“Periode Januari hingga pertengahan Maret 2019 kasus kekerasan perempuan dan anak di kota Ambon yang ditangani P2TP2A mengalami peningkatan signifikan sebanyak 55 kasus,” kata pendamping P2TP2A Ambon, Nini Kusniati, Senin (18/3).

Ia mengatakan, jumlah kasus mengalami peningkatan dibandingkan 2018 sebanyak 55 kasus yakni kekerasan perempuan sebanyak 28 kasus dan anak 27 kasus.

Pada 2019 terjadi peningkatan jumlah kasus yakni kekerasan perempuan sebanyak 41 kasus dan anak 12 kasus.

“Jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak sebenarnya banyak, tetapi masih banyak korban yang malu untuk melaporkan,” katanya.

Dijelaskannya, P2TP2A merupakan lembaga pelayanan yang memiliki peran penting dalam penanganan masalah-masalah kekerasan perempuan dan anak.

Selain pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan melalui layanan pelaporan, kesehatan, rehabilitasi sosial, bantuan dan penegakan hukum, pemulangan, reintegrasi sosial dan rujukan, P2TP2A juga harus menjadi layanan konsultasi berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan dan anak.

“Korban kekerasan melaporkan masalah yang dihadapi, kemudian kami melakukan pendampingan untuk proses penyelesaian yang diawali secara kekeluargaan, tetapi jika tidak bisa diselesaikan, maka prosesnya diserahkan ke aparat kepolisian, dengan tetap mendapatkan pendampingan,” ujarnya.

Ia mengakui, kekerasan dalam rumah tangga (kdrt) menjadi faktor utama terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Disamping itu, juga karena faktor ekonomi, pengaruh media sosial serta kurangnya sosialisasi bagi kaum perempuan menjadi faktor meningkatnya jumlah kasus.

Sedangkan kasus kekerasan terhadap anak berupa persetubuhan serta cabul yang dilakukan orang lain diluar keluarga hingga yang terburuk adalah dilakukan orangtua kandung korban.

“Kaum perempuan di Ambon umumnya takut untuk diceraikan jika melaporkan kasus kekerasan, karena yang terjadi adalah 90 persen perceraian terjadi karena korban melaporkan, sehingga yang terjadi adalah orang lain yang melaporkan bukan korban sendiri,” tandasnya.

Nini menambahkan, masih banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang belum dilaporkan. Hal ini menjadi tugas bersama agar korban kekerasan perempuan dan anak bisa tertangani dengan baik dan komprehensif, tidak hanya hukumnya, tetapi untuk kesehatan, pendampingan psikologis sampai mereka pulih dari trauma. (MP-2)

Pos terkait