Bing Leiwakabessy Dengan Lirik Lagu Penuh Suspense-Surprise

bing saja
Maestro seni trdisi Bing Leiwakabessy pergi meninggalkan karya musik yang tidak ternilai. (foto MI/Sumaryanto Bronto/ienke leiwakabessy)

theresya
Catatan Rudi Fofid-Tual

Musisi tertua di dunia, sang maestro Johanis Benjamin Leiwakabessy, Bing (98), sungguh seniman tulen. Ia menulis lagu, memainkan beberapa alat musik, melukis, memproduksi gitar hawaiian, tampil di panggung, berbagi gagasan, sungguh komplit. Bing telah jadi legenda hidup yang akan dikenang sepanjang sejarah musik.

Keriput tubuhnya memang level satu abad tetapi jiwanya tetap awet muda dalam seluruh karya. Bing tidak akan mengalami kematian dalam ingatan sebuah bangsa, apalagi kota musik dunia setenar Ambon. Ia hidup abadi dalam musik dan lagu.

Bing adalah seniman yang apik dan disiplin dalam berkarya tetapi amburadul dalam kearsipan. Ia tidak ingat berapa banyak lagu yang pernah ditulisnya.

“Soalnya, banyak lagu yang sudah ditulis, langsung satu-satunya naskah asli dibawa pergi oleh mereka yang pesan lagu, terutama lagu-lagu gereja. Paling banyak di Bandung,” kata Bing pada suatu kesempatan di Ambon.

Memeriksa lirik-lirik lagu karya Bing dalam album Theresya (lihat youtube Bing Leiwakabessy – Theresya), terasa seluruh jiwa Bing tercurah dan terpancar di situ. Ia menulis kisah-kisah di dalam lirik lagu, memberi melodi yang disiplin, dan jiwanya bergerak pada setiap lompatan sensasi.

Lagu-lagu Bing penuh dengan penggabungan suspense dan surprise atau ketegangan dan kejutan, sebuah pendekatan yang biasa dilakukan dalam cerpen, novel, atau film. Penikmat lagunya akan tertekan pada bait awal, akan tetapi akan mendapat kejutan menyenangkan, penuh harapan pada bait akhir. Ia membawa pendengar larut sesaat dalam ketegangan dan kehancuran emosional, tetapi segera dipulihkannya dengan penuh harapan pada bagian akhir yang penuh kejutan.

HIDUP PIATU

Simak lirik lagu “Hidup Piatu” yang menggabungkan fungsi tegang-kejut secara selang-seling.

ini nasib anak piatu
mencari makan dengan sengsara
dapat sesuap nasi sungguh susah
makan pagi pikirkan siang
sesudah siang gelisah malam

Sampai di sini, Bing pandai memainkan perasaan pendengar untuk ikut merasakan kehidupan anak piatu. Larik pertama: “Ini nasib anak piatu”, dia pertanggungjawabkan dengan merinci nasib piatu pada empat larik berikut yang dramatis. “Mencari makan” adalah aktivitas primer. Tidak makan berarti mati. Bing fokus pada titik itu, dan dia berhasil.

Ketika lima larik awal sudah membawa pendengar luluh dalam keharuan, Bing membawa emosi ke klimaks dengan kata “aduh”. Ternyata, dalam kehancuran itulah, Bing cepat-cepat mengembalikan emosi pada sebuah optimisme.

aduh hati beta
walaupun susah
tak keluh-kesah

Larik “Walaupun susah, tak keluh kesah” adalah sebuah cetusan optimis yang juga penah disampaikan penyair Chairil Anwar dalam puisi “Aku”. Chairil menulis, “tak perlu sedu-sedan itu”.

Ketika optimisme sudah dibangun, Bing membawa emosi pendengar pada relasi manusia paling intim antara anak dan orang tua. Dalam optimisme itulah, si anak piatu dapat mengadu kepada ibu dan bapa yang sudah tiada.

Curahan hati piatu, sekali lagi kedengaran seperti sendu, tetapi tidak benar-benar sendu. Justru, fakta-fakta pedih dikomposisikan sebagai pijakan untuk membangun harapan. Lihat larik akhir, Bing menutup dengan api: “Harapanku, agar jiwa tenang”.

sio ibu bapa
hidupku tak ada senang
memang sengsara
harapanku agar jiwa senang

BAKTI IBU

Fungsi tegang-kejut juga digunakan Bing dalam lagu “Bakti Ibu”. Bing menyuguhkan sosok protagonis yang mengikat setiap insan: Ibu. Dalam suasana emosional paling fundamental, Bing membangun ketegangan lirik pada empat larik awal. Lihat saja:

siang malam ibu berbakti
sambil tumpah air mata
menjaga anaknya yang sakit
sungguh susah sengsara

Ketika pendengar lagu “Bakti Ibu” sudah “hancur” dalam klimaks baris keempat (sungguh susah sengsara), tiba-tiba tokoh Ibu berbicara kepada anaknya yang sakit.

Oh, anakku
ibu sanggup menderita
berusaha untuk kesembuhanmu
apa yang engkau skarang ada rasa
tikamkan juga jantung hatiku
tapi ibu berpengharapan
engkau tetap hidup di sampingku

Bing melukiskan ketangguhan karakter ibu secara berlapis dan sungguh sastrawi. Terasa ungkapan “Ibu sanggup menderita, berusaha untuk kesembuhanmu” adalah obat paling manjur. Bing bahkan mengungkapkan kedalaman jiwa sang ibu secara spektakuler.

Jika kebanyakan orang Maluku menyebut “ale rasa beta rasa” secara ringan dan nyaris tanpa permenungan, maka Bing mengungkapkan hal yang sama secara lebih menusuk dan membekas. “Apa yang engkau skarang ada rasa, tikamkan juga jantung hatiku”.

Lagu ini ditutup Bing dengan penuh harapan. “Tapi ibu berpengharapan, engkau tetap hidup di sampingku”.

Bing adalah sosok yang sangat menghormati perempuan. Ia sering bercerita tentang ibu kandungnya, istrinya, maupun anak-anaknya. Paula Leiwakabessy, salah satu puterinya yang bersuara emas, dipercayakan melantunkan lagu-lagu berlian karya Bing. Melalui vokal Paula yang tiada duanya, karya-karya agung Bing menjadi semakin bernyawa dan terasa kekal.

Tentang lagu “Bakti Ibu”, Bing bercerita bahwa liriknya terinspirasi oleh satu kejadian nyata. Suatu ketika, Bing pergi ke rumah seorang sahabat. Sampai di sana, sahabatnya tidak ada di rumah.

“Sudah satu minggu, dia pergi dan tidak pulang-pulang. Beta sendiri urus anak yang ada sakit ini, sedangkan dia asyik baku piara dengan dia punya perempuan,” ungkap istri sahabatnya kepada Bing.

Bing kemudian pergi mencari sahabatnya. Ketika bertemu, Bing memberitahu kondisi anaknya yang sakit, mendesaknya pulang ke rumah, dan “mengancamnya”.

“Beta tulis ale dalam lagu e,” ucap Bing.

Sahabat Bing itu agak tersinggung dengan ancaman tadi. Ia tidak berkomunikasi selama sebulan dengan Bing. Akan tetapi ketika lagunya berwujud “Bakti Ibu”, sahabat Bing itu datang dan menyatakan rasa hormatnya kepada Bing. Mengapa? Sebab Bing tidak mengeksploitasi kasus perselingkuhan dalam lagu, melainkan daya hidup seorang ibu.

TIDURLAH ANAKKU

Masih dalam relasi mesra ibu dan anak, Bing menggunakan fungsi tegang-kejut pada lagu “Tidurlah Anakku”. Bayangkan seorang bocah yang sedang asyik bermain, tiba-tiba disuruh tidur, ini sungguh menyakitkan. Bing memasuki situasi psikologis itu.

mari, anak, ibu bikin tidur
di dalam pangkuan ibumu
jangan engkau slalu ingat main
matamu sudah mamboro e
tidur, tidur
tidur

Dalam lirik dan melodi yang merayu, Bing menyadari situasi anak yang masih bermain dan mendadak disuruh tidur. Anak akan merasa keasyikannya dipatahkan. Sebab itu, pada larik penutup, Bing membangun kembali mental yang luluh itu secara spektakuler: “Manis, esok pagi bermain kembali”.

Lagu ini dilantunkan kakak-beradik Harry Leiwakabessy-Paula Leiwakabessy dengan vokal matang dan agung. Anak siapa yang tidak luluh jika disapa “manis”, dan dijanjikan “esok pagi bermain kembali”. Ya, Bing selalu menegaskan esok penuh harapan pada bagian akhir lagu.

MAAFKAN DAKU

Bandingkan lagu “Maafkan Daku”. Mendengar lagu ini bagai menonton film drama atau membaca sebuah novel. Vokal Paula Leiwakabessy menuntun kisah pedih ini dalam suasana penuh penyesalan, dan kesadaran yang tulus akan kesalahan-kesalahan masa lalu.

dalam impian ‘ku lihat wajahmu
segra ‘ku terbangun mencari dirimu
set’lah ‘ku sadari tlah lama kau pergi
‘ku menyesal oh menyesal, diriku

memang saat itu ‘ku telah bersalah padamu
‘ku menyinggung ‘ku mengacau ‘ku hancurkan hatimu
tanpa balasan kata, kau tinggalkan diriku
dan mencari pengasih untukmu

Lagu dengan gabungan plot maju-mundur ini memaparkan kisah personal yang menyayat. Ketika alur sampai pada hari ini, suasana penyesalan penyelimuti tokoh “aku”. Sungguh dalam suasana bimbang, tiada kawan berbagi perasaan. Hanya pertanyaan:

kini ‘ku sendiri menjadi bimbang dan ragu
pada siapa ‘ku curahkan semuanya itu

Bing mulai membuat anti klimaks dengan fungsi kejut pada bagian berikut:

hanya dari jauh dapat kujeritkan kata maafku
semoga engkau menerima jeritanku

Seperti biasa, dalam kesadaran yang terbangun secara fundamental, Bing mengubah kehancuran itu menjadi harapan. Selain menggunakan diksi “harapan”, Bing juga menggunakan diksi “pasti” untuk meneguhkan optimisme. Di sinilah, Bing sungguh seorang penulis yang sangat sastrawi.

o maafkan, maafkan daku ini
hancurlah hatiku dalam hidup yang begini
bila kusadari semua kesalahanku
pasti hidupku berbahagia nanti

ANGIN BARAT

Satu-satunya lagu Bing yang tidak lazim dalam struktur lirik adalah Angin Barat.  Liriknya memuat diksi-diksi yang meluluhkan harapan. Angin barat bertiup kencang, laut bergelora, nelayan bimbang dan ragu. Angin menghancurkan, cerah jadi kelabu, dan akhirnya mematahkan semangat nelayan. Ini sungguh berbeda dengan seluruh lagu Bing yang lain. Sebuah lagu yang berakhir dengan kehancuran.

angin barat bertiup dengan kencang
menggelora laut yang biru
para nelayan yang sibuk mencari ikan
menjadi bimbang dan ragu

angin oh angin barat
kau hancurkan cuaca yang cerah
menjadi kelabu
mematahkan semangat nelayan di lautan

Ada apa dengan Bing?  Apakah dia sudah tidak konsisten saat menulis lagu ini?  Bing mengaku, lagu Angin Barat memang dibuat dalam keadaan darurat. Bahkan, sama sekali di luar rencana. Ketika album Theresya sedang direkam di Studio Megaria, semua lagu sudah direkam, tiba-tiba tim produksi datang pada Bing. Mereka meminta Bing membuat sebuah lagu tambahan.

Bing mengambil kertas dan mencoret-coret syair dan melodi. Tim kerja sudah bolak-balik menanyakan Bing, lagu tambahan sudah siap atau belum. Paula Leiwakabessy juga sudah menunggu untuk menyanyikan lagu tambahan itu.

“Itu lagu belum selesai, tetapi dorang sudah desak, jadi beta kasih saja. Makanya, berakhir dengan mematahkan semangat nelayan di lautan, hahaha,” kenang Bing pada suatu kesempatan.

Meskipun liriknya tidak selesai, komposisi musik dengan irama riang justru memberi makna baru. Segala situasi angin barat memang mematahkan semangat nelayan di lautan namun sebagai nelayan, patah semangat ini bersifat temporer. Musim akan berganti dan akan datang musim yang ramah.

Bagi nelayan, angin barat disambut dengan hati yang riang, sebagaimana muncul pada lirik lagu lain yakni “Hasil Maluku”. Pada lagu hasil Maluku, Bing menulis: Biru laut bukan satu ketakutan, tidak dianggap nelayan”. Meskipun terungkap pada lagu terpisah, namun itulah yang dicetuskan Bing tentang jiwa manusia Maluku yang intim bahari.

Begitulah Bing. Ia telah mengabadikan Maluku dalam lagu-lagunya yang spektakuler. Sulit menentukan sebuah masterpeace untuk keseluruhan lagu. Akan tetapi penampilan Bing Leiwakabessy bersama Ridho Hafids dalam karya yang diberi tajuk Legacy, boleh disebut sebagai Nyanyian Angsa Bing Leiwakabessy.

Nyanyian Angsa adalah sebutan untuk karya spektakuler terakhir yang dipersembahkan seorang seniman legendaris sebelum tutup usia. Legacy, sebuah warisan. Bing telah mewariskan seluruh hidupnya untuk musik Maluku. Ia tetap hidup kekal dalam karya-karyanya, selama musik masih hidup di Bumi.

Terima kasih, Bing! Bermusiklah di surga, agar Tete Manis ikut hentak-hentak kaki.

Tual, 22 Januari 2021

Penulis, Redaktur Pelaksana Media Online Maluku Post

Pos terkait