Gadri Attamimi: Orang Muda Maluku Tercerai-berai, Butuh Kolaborasi

gadri 2
oordinator Yayasan EkoNusa Regional Kepulauan Maluku Gadri Ramadhan Attamimi MSi didampingi fasilitator Lusy Peillow saat memaparkan materi di hadapan peserta pelatihan kepemimpinan Bung Hatta Youth Leadership Program 2024 di Hotel Amaris Ambon, Selasa (10/12). (Foto Rudi Fofid)

Laporan Rudi Fofid-Ambon

Ambon, Malukupost.com – Koordinator Yayasan EkoNusa Regional Kepulauan Maluku Gadri Ramadhan Attamimi MSi berpendapat, orang muda Maluku dan Maluku Utara punya banyak potensi. Mereka berhimpun dalam banyak komunitas. Sayangnya, mereka masih tercerai-berai, berserakan, dan kurang kumpul-kumpul demi kepentingan yang lebih besar.

Hal tersebut diungkapkan Attamimi saat menjadi pembicara dalam pelatihan kepemimpinan “Bung Hatta Youth Leadership Program 2024 Maluku dan Maluku Utara” di Hotel Amaris Ambon, Selasa (10/12). Ia menyajikan materi berjudul “Kepemimpinan dan Sumber Daya Alam berkelanjutan di Maluku”.

Menghadapi kenyataan orang muda Maluku yang berserakan seperti itu, Attamimi mengajukan tantangan kolaboratif kepada para pemimpin muda Maluku dan Maluku Utara.

Menurut Attamimi, para pemimpin muda perlu membangun kepercayaan dan pemahaman bersama; perlu menciptakan jembatan komunikasi antar kepemimpinan muda; perlu penyelarasan lokus, perlu baca, dan lihat dokumen perencanaan pembangunan daerah; dan perlu model pembiayaan kolaboratif antar komunitas yang memiliki inisiatif.

“Perlu bangun ekosistem kolaborasi yang mendukung inovasi dan kebijakan berbasis bukti, dan perlu perkuat jejaring kepemimpinan muda multisektoral demi menjaga laut dan hutan,” papar Attamimi.

KAYA TAPI PAYAH

Dalam paparannya, Attamimi lebih dulu menyampaikan fakta Maluku dan Maluku Utara yang kaya akan sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati.

Attamimi memaparkan tiga isu permasalahan di Maluku dan Maluku Utara adalah agribisnis dan ketahanan pangan, perikanan dan kelautan, serta pariwisata berbasis budaya dan alam.

Dalam tiga isu ini, Attamimi menemukan banyak sekali kenyataan regulasi, tata kelola, pengawasan, produksi, harga, transportasi, semuanya masih sangat payah.

Salah satu contoh adalah hasil perkebunan pala. Meskipun Maluku sangat terkenal dengan pala, namun tidak tercatat sebagai hasil produksi Maluku. Data terakhir menunjukkan produksi pala nomor satu di Indonesia adalah Jawa Timur, kedua DKI Jakarta, dan ketiga Sulawesi Utara.

Tantangan yang disampaikan Attamimi adalah bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat, bagaimana meningkatkan kekurangan data dan informasi dan kemitraan, bagaimana meningkatkan efektivitas penegakan hukum, bagaimana mendorong perekonomian berkelanjutan, bagaimana meminimalkan tumpang tindih pengelolaan.

Kepada kaum muda, Attamimi menekankan pentingnya kepemimpinan lokal. Kepemimpinan lokal diharapkan dapat mengangkat produk komoditas di Kepulauan Maluku. Misalnya, dengan kepemimpinan lokal maka sistem kewang dan sasi dapat diandalkan.

“Semua sistem lokal itu sudah ada, tinggal dirumuskan menjadi hukum positif,” ujar Attamimi.

Attamimi menekankan, dalam kepemimpinan, perlu kolaborasi. Dengan membina kolaborasi, akan memperkuat dampak. Ia lantas memaparkan contoh kolaborasi yang sudah dilakukan EkoNusa dengan berbagai pihak baik kampus, LSM, komunitas masyarakat, termasuk bersama orang-orang muda. (Malukupost.com)

Pos terkait