Distan Malra Gelar “Urung Rembug Kemitraan” Pedagang-Petani

Langgur, Malukupost.com - Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) memprakarsai kegiatan "Urung Rembug Kemitraan" bersama pedagang dan petani di Kota Tual dan Malra, yang dihadiri ketua kelompok dan kepala Ohoi (desa), untuk membicarakan komoditi bawang merah produksi lokal.

Langgur, Malukupost.com – Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) memprakarsai kegiatan “Urung Rembug Kemitraan” bersama pedagang dan petani di Kota Tual dan Malra, yang dihadiri ketua kelompok dan kepala Ohoi (desa), untuk membicarakan komoditi bawang merah produksi lokal.

“Saya melihat ada kecenderungan terjadi perang pasar yang akan saling merugikan petani dan pedagang yang bergerak di komoditi bawang merah, maka sangat penting untuk diadakan urung rembug bersama pedagang besar, papalele, konsumen, serta petani bawang,” kata Kepala Distan Malra, Felix Bonu Tethool di Langgur, Rabu (8/8).

Kegiatan itu juga menghadirkan, pihak-pihak terkait termasuk Dinas Ketahanan Pangan Malra, pedagang, petani, ketua kelompok, kepala ohoi sentra bawang, serta Bidang Distan Malra.

“Urung rembug dimaksudkan agar terjadi kesepahaman dan keteraturan di dalam pasar,” kata Felix.

Di hadapan para peserta Urung Rembug itu, Felix memaparkan bahwa saat ini bawang merah menjadi salah satu komoditi untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat Kepulauan Kei (Malra dan Tual), juga menjadikan bawang merah menjadi komoditas unggulan daerah untuk diperdagangkan antarpulau (keluar).

Seluruh stakeholder sangat berperan penting dalam mendukung produk bawang merah daerah ini, terutama para pedagang sehingga dapat turut andil bersama petani bawang merah.

“Kebijakan produksi bawang merah itu diambil karena Kementerian Pertanian menjadikan Malra sebagai sentra di Maluku, bahkan menjuluki kabupaten ini mutiara baru sentra bawang merah di Indonesia,” kata Felix.

Ia mengungkapkan Kementrian Pertanian melihat kondisi iklim Malra cocok untuk pengembangan bawang merah, dan lebih baik bila dibandingkan dengan wilayah produksi di Jawa yang hanya mampu panen dua kali, sementara di Malra bisa 3-4 kali panen.

Dari urung rembug ini, petani ingin mendapatkan masukan dari pedagang di pasar tentang kualitas yang diinginkan pasar, daya saing harga sehingga konsumen juga tidak rugi, serta strategi untuk tetap menjaga ketersediaan.

Felix menjelaskan, produksi yang ada saat ini 240-300 ton, maka ada surplus bawang merah yang diperkirakan 117 s.d. 150 ton, sehingga harus diantarpulaukan.

“Karena itu dibutuhkan pedagang besar untuk membicarakannya,” katanya.

Konsumsi bawang merah di kepulauan Kei baik Tual dan Malra berdasarkan jumlah penduduk 39-50 ton per bulan.

Felix merinci, untuk Malra dengan jumlah jiwa 99.086 (data statistik) atau 136.202 jiwa (catatan sipil) kebutuhan bawang merah 227-381 ton per tahun atau 23-31 ton per bulan, sedangkan Kota Tual jumlah penduduk 70.367 jiwa konsumsi bawang merah 197-273 ton per tahun atau 16-19 ton per bulan.

Di Malra saat ini terdapat 52 hektare lahan tanaman bawang merah, sehingga kemungkinan dapat memproduksi bawang kering hingga 300 ton.

Rencananya, pada 2019 akan dikembangkan lagi 100 hektare lahan tanaman bawang merah.

Felix menambahkan, Distan Malra juga merencanakan pertemuan dengan Pemerintah Kota Tual.

“Saya ingin Malra dan Tual sama-sama menjadikan Jei sebagai sentra bawang di Maluku,” katanya. (MP-4)

Pos terkait