Laporan Rudi Fofid-Ambon
Malukupost.com – Pasir seputih salju, halus laksana tepung, lembut seumpama bedak. Semua metafora ini pernah dicetuskan para penulis, jurnalis, hingga sastrawan untuk mengukir sensasi Pantai Ngurbloat di Ngilngof, tepi barat Pulau Nuhuroa, Maluku Tenggara.
Ungkapan sastrawi tentang surga Ngurbloat bukanlah deskripsi hampa. Semua ini berangkat dari fakta butiran pasir sehalus 200 mikron yang 70 persen mendominasi bibir pantai. Pakar oseanologi memperkirakan, warna putih cerah dan halus butiran di Ngurbloat dihasilkan oleh penghancuran karang secara natural dalam waktu sangat panjang. Karakter garis pantai, aliran arus pasang naik dan pasang surut telah menyaring butiran. Terjadi seleksi alamiah. Pemisahan butiran pasir kasar dan halus pun berlangsung. Proses ini menempatkan dominasi butiran terhalus untuk Ngurbloat.
Dengan modal pasir (Ngur) halus, putih, dan panjang (bloat), Ngurbloat telah mencitrakan diri sebagai sebuah kawasan eksotik sekaligus ikonik. Bukan cuma warga lokal yang jatuh cinta. Pelancong domestik dan mancanegara selalu tersihir oleh kemolekan tubuh Ngurbloat. Ibarat perawan rebah di tepi laut bening, semua pelancong ingin dekat-dekat, berpelukan dengan Ngurbloat. Ada ujaran, “belum ke Kei, kalau belum ke Ngurbloat”.
Dari tahun ke tahun, warga dan Pemerintah Ohoi Ngilngof maupun pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara berjuang merias Ngurbloat supaya menjadi perawan yang kian menawan. Upaya ini tidaklah sia-sia. Pengakuan pun datang dari mana-mana. Bukan hanya Pantai Ngurbloat yang mendapat penghargaan nasional. Ohoi Ngilngof pun diganjar sebagai Desa Wisata Maju Nasional nomor satu Indonesia.
Ngilngof memang pantas mendapatkan pengakuan nasional. Alam yang indah, orang-orang yang manis budi bahasa, kaya seni kreatif, kuliner tradisional, busana, bahasa, semua masih hidup. Mereka punya memori kolektif tentang legenda dan sejarah asal-usul maupun sejarah kontemporer. Orang Ngilngof masih memeluk adat-budaya secara kukuh.
Sebagaimana orang Kei pada umumnya, warga Ngilngof juga punya sorot mata tajam, bisa dikira sangar, tetapi ternyata lembut jiwa. Lihat saja saat mereka menenrima tamu dengan ritual “rinin”. Lihat pula nyanyian mereka yang melankoli sampai yang riang, musik farsokat, tarian saryat yang gemulai tetapi jantan. Semua kekayaan ini terbukti bisa dikerahkan untuk gencar semarak pariwisata yang terus berdenyut secara hidup-hidupan.
JANGAN TERLENA: PASIR HALUS BISA PERGI
Meskipun sudah mendapat banyak pengakuan dan meraih penghargaan nasional, Ngilngof tidak boleh terlena. Pesta sukacita, euforia kemenangan, tidak boleh berlangsung panjang-panjang. Justru Ngilngof harus cepat kembali kerja keras. Tugas berat adalah mempertahankan citra Juara Pertama Desa Wisata Maju Nasional. Sekali juara, harus tetap punya citra abadi juara satu nasional. Caranya, semua terlibat mengurus semua hal di setiap lini kreatif. Secara ambisi, Ngilngof perlu merias diri lagi menuju citra baru: Desa Wisata Tanpa Cacat Cela.
Ketua Badan Pengelola Objek Wisata Ngurbloat Ronald Tethool mengakui, setelah juara satu nasional, Ngilngof memang harus pertahankan citra itu. Dia berjanji akan berbenah-benah dengan melibatkan berbagai potensi di ohoi maupun daerah.
Sambil merancang kerja besar agar menanjak dalam pariwisata berkelanjutan, Ngilngof dan Pemkab Malra harus kembali kepada ikon Ngurbloat. Meskipun pernah bertahan ribuan tahun secara alamiah, Ngurbloat tetaplah rentan seperti bayi. Bayi itu sedang merangkak di bibir pantai yang dinamis. Salah mata, sang bayi akan terseret gelombang.
Pakar Oseanografi Dr. rer. nat. Ir. Eugenius Alfred Renjaan, M.Sc menjawab pertanyaan Maluku Post dalam suatu wawancara tertulis, pekan ini, menyebutkan ukuran butiran pasir Ngurbloat yang dominan 70 persen berukuran 200 mikron sangat mungkin mengalami perubahan ukuran dari halus menjadi kasar. Selain itu, perubahan juga bisa terjadi pada kecerahan warna pasir, dari putih mengkilap menjadi putih kehitam-hitaman.
“Ukuran butiran pasir akan menjadi kasar jika garis pantai berubah akibat pemasangan struktur keras di garis Pantai Ngurbloat sehingga pola aliran akan berubah menjadi cepat mengakibatkan partikel menjadi besar. Kalau struktur kasar membendung aliran arus dan gelombang menjadi terbendung menyebabkan makin tinggi sedimentasi memungkinkan partikel menjadi lebih kecil hingga lumpur dengan warna lebih gelap. Warna akan berubah jika struktur garis pantai dibuat menjadi berbeda,” papar Renjaan.
Struktur garis pantai di Ngilngof memang unik. Dimulai dari Namar sampai Ngilngof dan Ohoililir, menempuh lekukan-lekukan selat, dan tanjung, cekungan, garis lurus, silih berganti antara batuan permanen, pasir lembut, dan mangrove di Yeanroa sampai Lair Ngil. Antara Ngilngof dan Ngurbloat, terdapat tembok batu alam yang turut berpengaruh pada dinamika air dan pasir di Ngurbloat secara mapan.
Pada beberapa tahun belakangan ini, tiba-tiba terdapat struktur keras, buatan baru, di pojok selatan Ngurbloat. Bangunan semacam dermaga tambatan perahu dibangun sebagai tempelan di atas strukur alam. Badan dermaga terendam air, memotong pergerakan air di titik tersebut. Demikian juga sudah ada sepotong talut di titik yang sama, di sebelah utara kafe gantung.
“Talut atau struktur padat jangan dipasang di pantai karena akan berimplikasi pada distribusi ukuran pasir atau sedimen karena pola arus dan gelombang akan berubah sesuai perubahan garis pantai,” kata Renjaan.
Renjaan mengingatkan, jika Ngurbloat ingin tetap punya pasir putih dan halus seperti sekarang, jangan merubah garis pantai dengan struktur padat lain karena aliran akan berubah dan distribusi pasir akan berubah sesuai perubahan pola aliran arus dan gelombang.
“Jangan merubah keseimbangan dinamis daripada aliran di Ngurbloat. Distribusi ukuran pasir sudah berubah. Pasir halus saat ini cenderung berpindah ke arah Ohoililir,” papar Renjaan.
Pantai Ngurbloat di Ngilngof dan Pantai Ngursarnadan di Ohoililir adalah satu hamparan garis lurus, yang berada dalam dinamika yang sama. Keduanya perlu dibangun secara simultan supaya tidak saling kanibal. Ngurbloat dan Ngursarnadan adalah satu tubuh saja, tidak bisa satu bikin mati satu. Pemerintah kedua ohoi, badan pengelola pariwisata ohoi, dinas pariwisata, dinas perhubungan, dinas perindustrian, para akademisi, para politisi, semuanya perlu duduk satu meja. Dalam semangat “tasdov”, semua bisa membicarakan perlakuan manusiawi yang pro kelestarian pasir. Dengan begitu, semua pihak bisa ikut “maren” membangun Tanah Kei dari bibir pasir yang hidup dengan nafas tak pernah putus.
Ngilngof-Ohoililir! Yaya yaya ya! Ngurblat-Ngursarnadan! Yaya yaya ya! (Malukupost)