Bertaruh Nyawa Dalam Badai El Nino Agar Main Habis Di Bibir Arafura

eko1
Eko Saputra Poceratu dan para penari cilik Desa Namara (Foto Hasan)
eko3 jpg
Jeisin Masrikat dalam kelas teater (Foto Hasan)


Laporan Rudi Fofid-Ambon

AMBON, MALUKUPOST.COM – Sepasang seniman muda menggagas sebuah festival budaya di “ujung dunia”. Badai El Nino sedang mengamuk, namun festival tetap berlangsung dengan penuh gairah Arafura. Tiga hari penuh kenangan, para seniman Aru main habis di Namara.

Dua seniman itu adalah Eko Saputra Poceratu dan Jeisin Michelle Masrikat. Sudah lama keduanya terlibat di Bengkel Sastra Batu Karang, Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Ambon. Tak dinyana, kedua sarjana teologi itu menjalani masa vikariat calon pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM)di wilayah yang sama, Aru Tengah. Eko di Jemaat Maijuring, sedangkan Jeisin di Jemaat Namara.

Eko dan Jeisin bertemu di Maijuring, 11 Desember 2023. Saat itu, berlangsung perayaan Natal Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (AMGPM) Daerah Aru Tengah. Kebetulan, Eko ditugaskan Ketua AMGPM Aru Tengah Elizabeth Pical untuk menata konsep ibadah teatrikal. Sedangkan Jeisin mendampingi AMGPM Ranting Namara, satu dari 33 ranting di Aru Tengah.

Dari perjumpaan itu, keduanya saling bertukar gelisah. Eko dan Jeisin akhirnya menggagas festival Namara-Maijuring, disingkat “Nama”.

“Kami sepikir perihal merosotnya kebudayaan serta rendahnya kualitas pendidikan. Kami langsung sepakat dan mulai bergerak,” kata Eko yang dihubungi dari Ambon, Rabu (20/3).

Namara dan Maijuring terletak di Aru Tengah.  Bila menumpang motor laut dari Dobo, perjalanan berlangsung 2-3 jam.  Namara sudah dikenal luas dengan produk terasi udang, yang dibungkus dengan daun.   Sedangkan Maijuring juga dikenal sebagai penghasil lobster, dan teripang.   Hutan wakat-wakat adalah sebuah kawasan hijau yang melingkar lebih enam ratus pulau di Aru, termasuk juga di Namara dan Maijuring.

Eko dan Jeisin senang sebab ide mereka didukung Ketua Majelis Jemaat GPM Maijuring Pdt Santi Sedubun dan Ketua Majelis Jemaat GPM Namara Pdt Yulia Timisela. Berbekal dukungan itu, keduanya mulai berbagi tugas.

Pertemuan kedua terjadi di Kantor Klasis GPM Aru Tengah di Benjina, Januari 2023. Dicapailah kata sepakat, Namara menjadi tuan rumah festival. Alasannya, listrik PLN sudah tersedia.

Festival tidak serta-merta mulus. Kebutuhan dana tidak terhindarkan. Jeisin pun mengatur pertemuan dengan Rumah Sastra Arafura (RSA) di Dobo untuk merintis kerjasama. RSA menyambut baik dan siap membantu.

Ketua RSA Silvester Heatubun merespon dan menggerakan komunitasnya untuk mengadakan pentas donasi di Dobo, 16 Februari dan 2 Maret 2024. Pentas donasi berjalan lancar, bahkan pada kegiatan pentas kali kedua, Willy Sopacua muncul sebagai bintang tamu.

Berkat donasi yang terkumpul, Eko dan Jeisin mulai mempersiapkan berbagai kebutuhan, seperti narasumber, pengisi acara, kelas-kelas kreatif, panggung, hingga konsumsi. Eko juga melakukan pengumpulan donasi di instagram, dengan hashtag #tukarpuisidengandonasi. Sedikit demi sedikit, usaha ini cukup membantu.

Masalah lain yang dihadapi adalah menyiapkan transportasi untuk narasumber dan penampil dari Dobo ke Namara. Beruntung, Mika Ganobal membantu dengan menyediakan motor laut, termasuk membiayai bensin pergi-pergi. RSA pun membantu dengan berbagai kebutuhan, termasuk sound system dan bersedia dengan sukarela menjadi pembicara. Pada akhirnya, Festival Nama siap digelar 14-17 Maret 2024.

eko2 jpg
Pegiat Rumah Sastra Arafura Delfin Monika Meteray dalam kelas puisi (Foto Hasan)

BADAI EL NINO

Pada 13 Maret, turunlah badai El Nino. Cuaca tiba-tiba berubah. Angin kencang disertai gelombang tinggi. Eko sudah ke Namara mempersiapkan beberapa hal, termasuk melatih LO (Liaison Officer) dan sukarelawan.

“Meski sederhana, kami ingin melatih anak-anak muda Namara dan Maijuring mengadakan kegiatan secara terstruktur, profesional dan independen,” ungkap Eko.

Esoknya, 14 Maret, hujan deras, angin kencang, dań gelombang tinggi. Pembukaan festival terpaksa ditunda sebab rombongan seniman dari Dobo belum bisa bertolak ke Namara. Mereka baru tiba 15 Maret, siang hari, setelah melewati 3 jam terlama perjalanan laut.

“Mereka pertaruhkan nyawa demi anak-anak Maijuring dan Namara,” papar Eko.

Kelas kreatif dimulai 15 Maret. Ada Kelas Inspirasi (Eko Saputra Poceratu), Kelas Media Sosial (Eko Saputra Poceratu dan Muhammad Isya Gasko), dilanjutkan Kelas Teater (Jeisin Michelle Masrikat dan Nova Melinda Hermawan).

Hari kedua, 16 Maret diisi Kelas Film Pendek (Eko Saputra Poceratu dan Muhammad Isya Gasko), Kelas Menulis Puisi, Cerpen (Jesen Adriansz, Delfin Monika Meteray dan Muhammad Issa Gasko).

Hari ketiga, 17 Maret, diisi Kelas Kebudayaan (Mika Ganobal), Kelas Public Speaking (Silvester Heatubun), Kelas Mulok (Eddy Manutmasa), dan Kelas Mural (Dominicius Selvianus Heatubun dan Edo Kanisius Sadsuitubun).

MAIN HABIS

Selama tiga malam berturut-turut sejak 15 Maret, selalu ada panggung bebas yang dinamai “Main Habis”. Uniknya, ada mata acara Lomba Berpantun pada malam kedua dan melanjutkannya ke malam puncak. Pantun menarik minat banyak anak-anak dan ternyata membantu memicu kemampuan berpikir mereka untuk menyusun berbagai pantun dengan tema budaya.

Main Habis 15 Maret 2024 diramaikan Eko Saputra Poceratu, Pdt.Yulia.Timisela, Jeisin Masrikat, BPD Namara, Tua Adat Namara (Sesi Tukar Carita), Leisava Ganobal, Muhammad Isya Gasko (Puisi), Kiki Kidtz (Musik), Tari Malengaratu, Tari Kolaborasi (Anak-Anak Namara).

Main Habis edisi 16 Maret 2024 diramaikan Muhamad Isya Gasko, Jesen Adriansz, Dominicius Selvianus Heatubun (Tukar Carita Kelas Kreatif), Leisava Ganobal, Jesen Adriansz, Muhamad Isya Gasko, Eko Saputra Poceratu (Puisi), Baku Balas Pantun (Anak-anak Namara dan Maijuring), Teater Magara Takovas Sita Tarasi, Tarian Cendrawasih (Anak-Anak Namara), Econ dan Edo Kanisius Sadsuitubun(Stand Up Comedy), Dominicius Selvianus Heatubun (Musik).

Main Habis 17 Maret 2024 diramaikan Silvester Heatubun (Sesi Refleksi), Pemutaran Film Pendek karya anak-anak Namara dan Maijuring, Mika Ganobal, Fiko Pipy, Dominicius Selvianus Heatubun (Musik). Delfin Monika Meteray, Albertina, Jesen Adriansz, Ano, Ona, Leisava Ganobal, Muhamad Isya Gasko, Tasya Filay, Nonce Gatalaufara, Eko Saputra Poceratu, Jeisin Michelle Masrikat (Puisi). Teater Rermera, Tari Obor (Anak-Anak Namara).

Meski pada malam puncak, hujan turun deras, angin kencang, dań panggung utama tidak bisa digunakan, semangat anak-anak tidak menurun. Mereka tetap menampilkan yang terbaik di dalem gedung balai desa, termasuk masyarakat Namara.

Festival mendapat respon baik dari Maijuring maupun Namara. Baru pernah ada festival budaya dan kreatiditas di Namara maupun di Aru Tengah. Oleh sebab itu, baik gereja maupun pemerintah desa berharap festival ini bisa terus berlangsung dan berkembang.

Meski baru tiga hari tinggal di Namara, para pendukung acara merasa begitu dekat dan berat untuk berpisah. Anak-anak Namara dan masyarakat mengantar para tamu menuju pelabuhan. Perpisahan terjadi, air mata menetes, melepas Vikaris Namara Jeisin Michelle Masrikat sekaligus kawan-kawan narasumber dan penampil yang akan kembali ke Ambon.

“Kaka, beta rasa-rasa seng mau pulang. Festival bagini musti setiap bulan boleh,” ujar Eko meniru ucapan anak-anak Maijuring.

Eko dan rombongan Maijjuring meninggalkan Namara, menempuh ombak dan hujan. “Tubuh kami basah, tetapi kami abaikan ombak yang mengamuk,” tutur Eko. (Malukupost)

Pos terkait