Ambon, Sebuah Lukisan Indah di Galeri Waktu

verman2
Feberman Halawa

Laporan Rudi Fofid-Ambon

“Kenangan tujuh tahun di Kota Ambon bagaikan lukisan indah di galeri waktu. Setiap sudut jalan dan senyuman warga menjadi coretan yang tak terhapus, mengukir cerita yang abadi dalam benakku. Terima kasih Kota Ambon. Kota Ambon Sungguh terlalu manis. 2017-2024”

Ambon, Malukupost.com – Kutipan di atas diambil dari status facebook seorang pemuda asal Nias, Sumatera Utara. Feberman Halawa (25) namanya. Sejak tahun 2017, dia tinggal di Ambon karena memilih kuliah di Universitas Pattimura. Status tersebut ditulis hari Kamis (15/2), satu hari sebelum kembali ke Nias.

Bagi warga Katolik di Gereja Katedral Ambon, Feberman tidaklah asing. Setiap hari Minggu, warga bisa menyaksikan sang musisi duduk di depan keyboard. Jemarinya lincah menekan tuts-tuts mengiringi lagu-lagu yang dinyanyikan sepanjang misa.

Tujuh tahun di Ambon, lima tahun menjadi musisi gereja, tinggal berpindah-pindah tempat di Kota Manise membuat Feberman mendapat banyak pengalaman berjumpa dengan berbagai karakter.

“Orang-orang Ambon ini sangat terbuka kepada siapapun,” kata Feberman kepada Malukupost.com di Margasiswa PMKRI Ambon, Kamis (15/2).

Tujuh tahun lalu, ketika pertama kali menginjakkan kaki di Ambon, Feberman sebenarnya sangat takut dan cemas. Alasannya, sewaktu di Nias, dia mendapat cerita-cerita sangar tentang orang Ambon. Kakak kandungnya Adima Halawa dan suaminya Stevanus Zaga yang sudah lebih dulu di Ambon, mengajaknya tinggal di Kudamati. Setelah itu, dia berpindah-pindah tempat tinggal ke Tanah Lapang Kecil (Talake), Galala, dan akhirnya di Pastoran Katedral.

Menurut cerita Feberman, pergaulannya dengan tetangga-tetangga di Kudamati, Talake, Galala, dan Katedral membuat kesannya terhadap orang Ambon langsung berubah. Cerita sangar tentang orang AmbonĀ  terpatahkan. Dia menemukan orang Ambon yang ramah, terbuka, dan penuh persaudaraan.

Kebaikan orang Ambon itu, kata Feberman, antara lain dia temukan dalam diri seorang anggota Polri bernama Ferry Solarbesain. Pak polisi itu mengajak Feberman tinggal di rumahnya sehingga tidak perlu hidup sebagai anak kos-kosan.

“Abang Ferry itu sudah jadi bapa angkat saya,” kata lulusan Jurusan Geografi FKIP Universitas Pattimura ini.

Dari Ferry Solarbesain pula, Feberman dipertemukan dengan Linda Welafubun. Linda mengajak Feberman mengiring Paduan Suara Lumen Christy yang hendak tampil di Gedung Taman Budaya, untuk sebuah acara Pemerintah Kota Ambon.

Lumen Christy masih meminta Feberman bermain musik di Gereja Katedral untuk sebuah acara misa pemberkatan nikah. Saat itulah, Pastor Paroki Katedral Patrisius Angwarmas Pr mengenal Feberman. Pastor jualah yang mengajak Feberman menjadi pemain musik tetap di Gereja Katedral.

“Saya menjadi pemain musik di Gereja Katedral pada misa hari Minggu, 19 Mei 2019,” ungkap Feberman.

Meskipun sudah menjadi pemain musik gereja ketika masih duduk di SMA kelas dua di Nias, Feberman sempat merasa gugup di Katedral Ambon. Maklum, ini adalah pengalaman pertama bermain di gereja besar, dan keyboard dengan spesifikasi yang berbeda. Berkat ketekunannya belajar secara otodidak, Feberman akhirnya bisa nyaman bermusik di Gereja Katedral.

Acara terbesar yang diiringnya terjadi hari Sabtu, 28 Januari 2023. Saat itu ada pentahbisan tiga orang pastor yakni Pastor Leo Layan Pr, Pastor Fabianus Rahayaan Pr, Pastor Liberatus Mayabubun Pr. Ini pertama kali Uskup Mgr Ino Ngutra Pr menahbiskan pastor baru. Feberman mengaku, sangat terkesan dengan momen tersebut.

Tujuh tahun sudah berlalu. Feberman sudah menyelesaikan studi di Jurusan Geografi FKIP Universitas Pattimura. Dia menulis skripsi berjudul Manajemen Risiko Bencana Tsunami Berbasis Masyarakat di Kota Ambon. Dia meraih predikat cum laude dengan masa studi tiga tahun delapan bulan, dan IP Kumulatif, 3,63.

Setelah ujian dari wisuda, putra bungsu petani Foarota Halawa dan Sutiba Giawa ini masih ingin tinggal di Ambon. Hanya saja, dia masih mau melanjutkan studi ke Tanah Jawa. Selain itu, rasa rindunya kepada Banua Sogawunasi, kampung halamannya di Kecamatan Lolomatua, Nias Selatan, membuat Feberman harus bikin keputusan. Pergi tinggalkan Ambon, kota yang telanjur dicintainya

“Beta suka Ambon. Masyarakatnya ramah, kulinernya asyik, budayanya unik, alamnya indah. Terima kasih, Ambon,” kata Feberman. (Malukupost.com)

Pos terkait