Catatan Rudi Fofid-Ambon
Ambon, Malukupost.com – Hidup pada waktu dan tempat berbeda, namun duo Latuihamallo ini punya keterlibatan dalam pemajuan budaya Islam Maluku. Mereka adalah penyiar kawakan RRI Ambon Ade Latuihamallo dan musisi tenar Glenn Fredly Latuihamallo.
Ade Latuhamallo sudah menjadi penyiar RRI pada tahun 1960-an sampai 1990-an. Ia membimbing para penyiar dan reporter RRI Ambon dari masa ke masa.
Ketika teknologi radio belum secanggih sekarang, Ade senantiasa duduk di hadapan penyiar radio saat membacakan berita-berita. Dengan kode-kode jemari tangan, Ade mengatur tempo, dinamika, maupun volume pembaca berita agar stabil menyiarkan berita.
Pada tahun 1960-1970an, terdapat organisasi berlatar Islam skala nasional. Namanya Himpunan Seni Budaya Islam disingkat HSBI. Seorang putra Halmahera berkiprah di tingkat pengurus pusat HSBI yakni Muhammad Idrus Joge. Ia wartawan sekaligus sastrawan yang popular dengan nama Indonesia O Galelano.
Di Maluku, Ketua HSBI adalah Nour Tawainella. Pada masa itu, HSBI juga mengembangkan seni suara seperti seni qasidah. Akan tetapi HSBI mengalami kesulitan untuk tenaga-tenaga yang mumpuni dalam hal olah vokal. Atas dasar itu, tokoh HSBI seperti Nour Tawainella, Amin Ely, Thamrin Ely meminta beberapa tokoh Kristen bergabung di HSBI. Salah satunya adalah Ade Latuihamallo.
Ade menekuni dunia radio sampai pensiun dan meninggal dunia dalam usia lanjut. Putra-putrinya juga mengikuti jejaknya di dunia radio. Salah satunya adalah George Latuihamallo yang saat ini aktif sebagai jurnalis RRI Ambon.
Era Opa Ade Latuihamallo sudah berlalu. Glenn Fredly Latuihamallo yang lahir dan besar di Jakarta, tidak sempat mengalami perjumpaan dengan Opa Ade. Akan tetapi rasa persaudaraan Salam-Sarani Maluku yang hidup pada sanubari Ade juga bernyala dalam diri Glenn.
Di Jakarta, Glenn dengan lingkup pergaulan luas, juga memberi perhatian pada relasi Salam-Sarani. Album Ramadan maupun konser Ramadan yang dilakukan Glenn dkk mampu menyuguhkan kesejukan di Indonesia.
Ketika Glenn makin sering ke Ambon, dia terus membangun interaksi dengan berbagai pihak dengan ragam latar belakang profesi, usia, etnis, bahkan agama.
Pada satu kesempatan, Glenn melakukan kunjungan ke Kampus IAIN Ambon. Dia ingin bersilaturahmi dengan Rektor Hasbollah Toisuta dan para dosen seperti Ustad Abidin Wakano, Lela Sopamena, Kee Enal dan para dosen lain. Glenn tidak sendiri. Dia mengajak rekannya Tompi di Trio Lestari, Bismo Kunokini, dan pakar etnomusikologi Franky Raden.
Memasuki kampus hijau Kebun Cengkeh, Glenn terkejut. Silaturahmi yang dia bayangkan adalah bertamu ke ruang kerja rektor. Ternyata, di dekat gerbang sudah ada spanduk ucapan selamat datang.
Selanjutnya, di aula rektorat, sudah ada sekitar 200 mahasiswa dan dosen yang menanti. Maka, silaturahmi pun belangsung secara meriah. Glenn dan Tompi mempersembahkan beberapa lagu. Ada ucapan selamat datang dari rektor, ada tanya-jawab, dan semuanya berlangsung dalam suasana kekeluargaan.
Tiba-tiba, di dalam dialog itu, Glenn membuat pernyataan mengejutkan semua pihak.
“Beta harap, beta bayangkan, IAIN Ambon menjadi semacam pusat peradaban musik Islam di Indonesia. Jika IAIN Ambon membuka pusat studi, program studi, atau fakultas yang berhubungan dengan musik Islami, beta akan mendukung sepenuhnya,” ujar Glenn.
Para mahasiswa dan dosen menyambut gagasan itu dengan tepuk tangan membahana. Tidak hanya sampai di tepuk tangan. Pasca dialog, Glenn dan Franky Raden masih kembali ke IAIN mematangkan rencana tersebut sebab pihak rektor dan staf dosen merespon gagasan Glenn secara serius untuk dilanjutkan ke dirjen dikti.
Ketika Glenn Fredly tutup usia, Ustad Abidin Wakano termasuk salah satu sosok yang melampiaskan rasa duka. Abidin menulis perasaannya di akun facebook sambil menyentil gagasan Glenn Fredly soal pusat peradaban musik Islami.
Berikut ini curah perasaan Abidin Wakano:
“Beta terkenang di akhir-akhir hayat bung, ale telah telah menginspirasi lahirnya Pusat Studi Musik Islam di IAIN Ambon. Setiap kali bertemu, ale selalu bertanya apakah sudah jadi Prodi Musik Islam. Sambil berkata ‘Bung Abid, Prodi Musik Islam itu hutang katong samua yang belum selesai dan beta akan berjuang mengajak teman-teman musisi beta untuk berkontribusi bagi IAIN Ambon. Jadikan IAIN Ambon Pusat Studi Musik Islam pertama di Indonesia.”
Ade Latuihamallo sudah tiada. Glenn Fredly Latuihamallo juga sudah tiada. Akan tetapi jejak peradaban Maluku yang “baku sayang, laeng lia laeng” walau beda pulau, beda kampung, beda agama, adalah sebuah monumen abadi yang tidak akan lekang oleh zaman.
Danke Opa Ade, danke Glenn. Ternyata, Pattimura Muda itu benar-benar nyata dan hidup.
Opa Ade-Glenn, Duo Latuihamallo
Dan Pemajuan Budaya Islam Maluku
Catatan Rudi Fofid-Ambon
Ambon, Malukupost.com – Hidup pada waktu dan tempat berbeda, namun duo Latuihamallo ini punya keterlibatan dalam pemajuan budaya Islam Maluku. Mereka adalah penyiar kawakan RRI Ambon Ade Latuihamallo dan musisi tenar Glenn Fredly Latuihamallo.
Ade Latuhamallo sudah menjadi penyiar RRI pada tahun 1960-an sampai 1990-an. Ia membimbing para penyiar dan reporter RRI Ambon dari masa ke masa.
Ketika teknologi radio belum secanggih sekarang, Ade senantiasa duduk di hadapan penyiar radio saat membacakan berita-berita. Dengan kode-kode jemari tangan, Ade mengatur tempo, dinamika, maupun volume pembaca berita agar stabil menyiarkan berita.
Pada tahun 1960-1970an, terdapat organisasi berlatar Islam skala nasional. Namanya Himpunan Seni Budaya Islam disingkat HSBI. Seorang putra Halmahera berkiprah di tingkat pengurus pusat HSBI yakni Muhammad Idrus Joge. Ia wartawan sekaligus sastrawan yang popular dengan nama Indonesia O Galelano.
Di Maluku, Ketua HSBI adalah Nour Tawainella. Pada masa itu, HSBI juga mengembangkan seni suara seperti seni qasidah. Akan tetapi HSBI mengalami kesulitan untuk tenaga-tenaga yang mumpuni dalam hal olah vokal. Atas dasar itu, tokoh HSBI seperti Nour Tawainella, Amin Ely, Thamrin Ely meminta beberapa tokoh Kristen bergabung di HSBI. Salah satunya adalah Ade Latuihamallo.
Ade menekuni dunia radio sampai pensiun dan meninggal dunia dalam usia lanjut. Putra-putrinya juga mengikuti jejaknya di dunia radio. Salah satunya adalah George Latuihamallo yang saat ini aktif sebagai jurnalis RRI Ambon.
Era Opa Ade Latuihamallo sudah berlalu. Glenn Fredly Latuihamallo yang lahir dan besar di Jakarta, tidak sempat mengalami perjumpaan dengan Opa Ade. Akan tetapi rasa persaudaraan Salam-Sarani Maluku yang hidup pada sanubari Ade juga bernyala dalam diri Glenn.
Di Jakarta, Glenn dengan lingkup pergaulan luas, juga memberi perhatian pada relasi Salam-Sarani. Album Ramadan maupun konser Ramadan yang dilakukan Glenn dkk mampu menyuguhkan kesejukan di Indonesia.
Ketika Glenn makin sering ke Ambon, dia terus membangun interaksi dengan berbagai pihak dengan ragam latar belakang profesi, usia, etnis, bahkan agama.
Pada satu kesempatan, Glenn melakukan kunjungan ke Kampus IAIN Ambon. Dia ingin bersilaturahmi dengan Rektor Hasbollah Toisuta dan para dosen seperti Ustad Abidin Wakano, Lela Sopamena, Kee Enal dan para dosen lain. Glenn tidak sendiri. Dia mengajak rekannya Tompi di Trio Lestari, Bismo Kunokini, dan pakar etnomusikologi Franky Raden.
Memasuki kampus hijau Kebun Cengkeh, Glenn terkejut. Silaturahmi yang dia bayangkan adalah bertamu ke ruang kerja rektor. Ternyata, di dekat gerbang sudah ada spanduk ucapan selamat datang.
Selanjutnya, di aula rektorat, sudah ada sekitar 200 mahasiswa dan dosen yang menanti. Maka, silaturahmi pun belangsung secara meriah. Glenn dan Tompi mempersembahkan beberapa lagu. Ada ucapan selamat datang dari rektor, ada tanya-jawab, dan semuanya berlangsung dalam suasana kekeluargaan.
Tiba-tiba, di dalam dialog itu, Glenn membuat pernyataan mengejutkan semua pihak.
“Beta harap, beta bayangkan, IAIN Ambon menjadi semacam pusat peradaban musik Islam di Indonesia. Jika IAIN Ambon membuka pusat studi, program studi, atau fakultas yang berhubungan dengan musik Islami, beta akan mendukung sepenuhnya,” ujar Glenn.
Para mahasiswa dan dosen menyambut gagasan itu dengan tepuk tangan membahana. Tidak hanya sampai di tepuk tangan. Pasca dialog, Glenn dan Franky Raden masih kembali ke IAIN mematangkan rencana tersebut sebab pihak rektor dan staf dosen merespon gagasan Glenn secara serius untuk dilanjutkan ke dirjen dikti.
Ketika Glenn Fredly tutup usia, Ustad Abidin Wakano termasuk salah satu sosok yang melampiaskan rasa duka. Abidin menulis perasaannya di akun facebook sambil menyentil gagasan Glenn Fredly soal pusat peradaban musik Islami.
Berikut ini curah perasaan Abidin Wakano:
“Beta terkenang di akhir-akhir hayat bung, ale telah telah menginspirasi lahirnya Pusat Studi Musik Islam di IAIN Ambon. Setiap kali bertemu, ale selalu bertanya apakah sudah jadi Prodi Musik Islam. Sambil berkata ‘Bung Abid, Prodi Musik Islam itu hutang katong samua yang belum selesai dan beta akan berjuang mengajak teman-teman musisi beta untuk berkontribusi bagi IAIN Ambon. Jadikan IAIN Ambon Pusat Studi Musik Islam pertama di Indonesia.”
Ade Latuihamallo sudah tiada. Glenn Fredly Latuihamallo juga sudah tiada. Akan tetapi jejak peradaban Maluku yang “baku sayang, laeng lia laeng” walau beda pulau, beda kampung, beda agama, adalah sebuah monumen abadi yang tidak akan lekang oleh zaman.
Danke Opa Ade, danke Glenn. Ternyata, Pattimura Muda itu benar-benar nyata dan hidup. (Maluku Post)